Ilustrasi The Boston Tea Party. (sumber: bbc.co.uk)
JAKARTA, DDTCNews - Masyarakat tidak selalu menerima dengan tangan terbuka kebijakan pajak yang disodorkan pemerintah. Munculnya perlawanan menjadi hal yang lumrah saat kebijakan pajak tidak sejalan dengan kepentingan rakyat. Upaya perlawanan pajak ini beberapa kali terekam dalam catatan sejarah.
Resistensi tersebut berlaku di negara besar hingga negara kecil. Tak hanya ampuh menggugurkan aturan pajak, perlawanan rakyat juga punya andil dalam melahirkan gelombang revolusi hingga lahirnya sebuah negara.
DDTCNews merangkum berbagai perlawanan pajak tersebut seperti yang disadur dari laman stacker.com. Berikut daftarnya:
1. Whiskey Rebellion, 1791
Pemberontakan Wiski dimulai pada fase awal Amerika Serikat (AS) merdeka. Kebijakan pajak era kepresidenan George Washington memicu kemarahan petani yang menggunakan wiski sebagai alat barter barang dan jasa. Pasalnya pemerintah federal mengenakan pajak pada minuman keras yang disuling.
Konflik kekerasan akibat kebijakan pajak tersebut berlangsung hingga 1802. Tahun itu menandakan kebijakan pajak yang dicabut oleh pemerintahan Thomas Jefferson.
2. Boston Tea Party, 1773
Kelompok Sons of Liberty melemparkan pengiriman teh yang masuk ke Pelabuhan Boston ke laut karena pemerintah Inggris hanya mengizinkan pembelian teh melalui kongsi dagang East India Company dan dikenakan pajak. Perlawanan tersebut terus berlanjut hingga berujung menjadi Revolusi Amerika.
3. Karl Marx, 1848
Filsuf dan ekonom yang mengembangkan teori Komunisme itu pernah menerbitkan sebuah artikel di Cologne, Prancis. Isinya mendorong pembaca untuk menolak membayar pajak. Alhasil, Marx dituduh melakukan penghasutan untuk memberontak. Tetapi, ujungnya dia dibebaskan atas sangkaan kejahatan tersebut.
4. Dog Tax War Selandia Baru, 1898
Pemerintah kolonial Inggris mewajibkan semua penduduk asli Maori mendaftarkan kepemilikan anjing dan membayar pajak tahunan. Kebijakan tersebut memicu perlawanan karena dianggap diskriminatif. Namun, perlawanan Suku Maori itu padam karena Inggris mengirim pasukan tambahan. Penduduk Maori menyerah dan perang berakhir tanpa ada korban jiwa.
5. Perlawanan Pajak Properti Sierra Leone, 1898
Lagi-lagi kebijakan pajak pemerintah kolonial Inggris memicu perlawanan warga. Pemerintah menerapkan pajak atas kepemilikan properti penduduk lokal. Protes warga mengakibatkan kematian pejabat Inggris yang terlibat dalam pemungutan pajak.
6. Pajak Petani Rusia, 1905
Pada awal abad 20 Rusia belum mengenal konsep pajak penghasilan. Pemerintah mulai memungut pajak petani yang telah dibebaskan dari sistem perbudakan pada 1860-an. Kebijakan tersebut memicu kemarahan dalam skala besar hingga terjadi perampasan tanah pemerintah oleh petani pada 1904 dan 1905.
7. Perlawanan Petani Anggur Prancis, 1907
Para petani anggur di Prancis Selatan melancarkan protes dan menolak membayar pajak pada pemerintah. Mereka menuding pemerintah gagal melindungi petani lokal dari serbuan anggur impor dari luar negeri. Mogok bayar pajak bahkan sempat meluas di seluruh wilayah di selatan Prancis.
8. Perlawanan Pajak Perempuan Inggris, 1909
Ini merupakan perlawanan untuk mendapatkan hak memilih bagi perempuan Inggris. Perkumpulan perlawanan dibentuk dengan nama Women’s Tax Resistance League. Mereka menolak membayar pajak properti kepada pemerintah karena tidak memiliki hak memilih dalam pemilu. Liga dibubarkan pada 1918 karena perempuan Inggris diberikan hak untuk memilih dalam pemilu.
9. Soft Drinks Tax AS, 1919
Kebijakan ini menjadi strategi pemerintah federal mengumpulkan uang selama Perang Dunia I dan berlaku untuk semua jenis minuman soda. Ketika perang berakhir, pungutan ini tetap berlaku. Konsumen yang jengkel menggalang kampanye menolak membayar pajak dengan penuh.
10. Perang Vietnam, antara 1955-1975
Perlawanan ini berlangsung pada puncak Perang Vietnam. Pemerintah memberlakukan tambahan pajak 10% sebagai ongkos perang. Protes besar-besaran pun digelar untuk menolak pembayaran pajak tambahan.
Para penulis, sastrawan, dan jurnalis AS yang terlibat aktif dalam perlawanan pajak ini seperti James Baldwin, Allen Ginsberg, dan Gloria Steinem. Tiga surat kabar yakni New York Post, The New York Review of Books, dan Ramparts Magazine sampai bersedia menayangkan iklan yang mendorong warga AS mogok bayar pajak. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.