Ilustrasi.
KIGALI, DDTCNews – Pemerintah Rwanda berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas layanan digital yang dimanfaatkan di dalam negeri.
Wakil Komisaris Otoritas Pendapatan Rwanda Jean-Louis Kaliningondo menyatakan pemerintah sudah seharusnya mendapatkan penerimaan pajak dari PPN produk atau layanan digital yang dimanfaatkan di dalam negeri.
“Saat membayar layanan seperti Netflix, Anda menggunakan uang yang dihasilkan di Rwanda. Jadi, kami bertanya, mengapa kami tidak memungut PPN atas layanan ini mengingat produk digital dibayar oleh warga negara kami?” tuturnya, Selasa (29/3/2022).
Rencana tersebut juga mengikuti negara-negara Afrika lainnya, seperti Zimbabwe dan Nigeria, yang sudah lebih dahulu menyatakan minatnya memungut PPN dari e-commerce dan layanan digital yang dihasilkan perusahaan besar seperti Netflix, Google, YouTube, dan Amazon.
Seperti dilansir taarifa.rw, Otoritas Pendapatan Rwanda telah mengajukan sebuah proposal kepada Kementerian Keuangan dan Perencanaan Ekonomi terkait dengan penerapan pengenaan PPN atas layanan digital.
Jika proposal ini disetujui, terdapat beberapa prosedur yang perlu dijalani sebelum rencana tersebut diimplementasikan. Dia juga mencontohkan sejumlah negara lainnya yang telah menerapkan PPN atas layanan digital.
“Jika Anda pergi ke negara-negara Barat, misalnya, Prancis, Anda menemukan Amazon membayar PPN, tetapi itu bukan perusahaan Prancis. Negara-negara Eropa memungut PPN atas layanan yang disediakan oleh platform asing,” tutur Kaliningondo.
Namun demikian, niat Pemerintah Rwanda untuk memberlakukan penerapan PPN terhadap layanan digital tersebut mendapat kritik dari berbagai pihak. Terlebih, pemerintah juga belum menuntaskan isu terkait dengan e-levy. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.