BERITA PAJAK HARI INI

Cukai Rokok Batal Naik, Risiko Shortfall Mengintai

Kurniawan Agung Wicaksono | Rabu, 14 November 2018 | 08:10 WIB
Cukai Rokok Batal Naik, Risiko Shortfall Mengintai

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada tahun depan menyisakan risiko tidak tercapainya target penerimaan (shortfall). Beberapa media nasional mengangkat topik tersebut pada hari ini, Rabu (14/11/2018).

Risiko penerimaan negara ini muncul karena para pengusaha dipastikan tidak akan memborong pita cukai di akhir tahun. Padahal, efek forestalling selama ini cukup membantu penerimaan cukai pada akhir tahun.

Selain itu, beberapa media nasional juga menyajikan informasi terkait upaya pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri. Pemerintah tengah mempersiapkan 19 insentif, baik fiskal maupun nonfiskal.

Baca Juga:
Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Di sisi lain, beberapa pelaku usaha meminta agar pemerintah menggencarkan aksi ekstensifikasi. Upaya intensifikasi melalui pemeriksaan pajak seharusnya diprioritaskan pada wajib pajak yang tidak memanfaatkan program tax amnesty.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Cukai Tidak Naik, Penerimaan Berisiko Tergerus

Tidak adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan berpotensi menggerus penerimaan Rp2 triliun pada tahun ini dan Rp7,5 triliun pada tahun depan. Sampai Oktober 2018, penerimaan DJBC mencapai Rp143,5 triliun atau 73,9% dari target. Hingga akhir tahun ini, DJBC masih harus mengejar kekuarangan penerimaan sekitar Rp50,6 triliun.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

“Tidak ada [forestalling] untuk tahun ini karena tahun depan kan tidak naik. Namun, kami berupaya paling tidak ‘pas’ mencapai target,” ujar Plt. Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Nugroho Wahyu Widodo.

  • Insentif Fiskal Untuk Mobil Listrik

Untuk mengembangkan kendaraan listrik di dalam negeri, pemerintah tengah mempersiapkan 19 insentif, yang terdiri atas 9 insentif fiskal dan 10 insentif nonfiskal. Hal ini tertuang dalam draf Rancangan Peraturan Presiden tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik untuk Transportasi Jalan.

Insentif fiskal itu, beberapa diantaranya terkait dengan pembebasan/pengurangan pajak, penangguhan bea masuk dalam rangka ekspor, pajak penjualan atas barang mewah, serta bea masuk ditanggung pemerintah atas importasi bahan baku dan/atau bahan penolong.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini
  • Pelaku Usaha Minta DJP Gencarkan Ekstensifikasi

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani berujar dengan upaya ekstensifikasi, akan ada peningkatan tax ratio karena ada tambahan wajib pajak baru. Dengan demikian, peluang penurunan tarif juga terbuka.

Tax base meningkat, tax rate bisa menurun, agar bersaing dengan negara lain,” katanya.

  • Pajak Pertambangan Batubara Turun

Pemerintah sedang memperbarui regulasi pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PBNP) pertambangan batubara. Dalam rancangan itu, tarif PPh badan akan berkurang dari 45% menjadi 25%. Namun, ada kenaikan tarif pungutan Dana Hasil Produksi Batubara dari 13,5% menjadi 15%. Selain itu, ada tambahan PNBP untuk pemerintah pusat dan daerah dengan total 10% dari laba bersih.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Rancangan regulasi diharapkan selesai tahun ini, bersamaan dengan revisi Peraturan Pemerintah No. 23/2010 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Revisi ini berhubungan dengan upaya pengalihan status dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

  • Revisi DNI Masuk Finalisasi

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan revisi daftar negatif investasi (DNI) akan diharmonisasikan dengan sejumlah kebijakan baru pemerintah, seperti insentif pajak tax holiday dan online single submission (OSS). Revisi DNI akan diluncurkan pada akhir bulan ini. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:07 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Hitung Hari sebelum Coretax Resmi Berlaku, PKP Perlu Bikin Sertel Baru

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

BERITA PILIHAN
Minggu, 29 Desember 2024 | 15:45 WIB PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

Pedagang Emas Digital Harus Punya 10 Kg Emas Fisik untuk Transaksi

Minggu, 29 Desember 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Banyak Dikritik Soal PPN 12 Persen, Respons Prabowo: Biasalah

Minggu, 29 Desember 2024 | 15:00 WIB KILAS BALIK 2024

Agustus 2024: Aturan Akses Informasi Keuangan untuk Perpajakan Diubah

Minggu, 29 Desember 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Beri Klarifikasi, Tidak Bakal Ada Pajak Khusus Janda atau Duda

Minggu, 29 Desember 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Prabowo Tegaskan Komitmen Perangi Korupsi dan Pengelakan Pajak

Minggu, 29 Desember 2024 | 12:30 WIB KABUPATEN SUBANG

Konsolidasi Internal Kuat, Target Pajak Daerah Tercapai Lebih Cepat

Minggu, 29 Desember 2024 | 11:30 WIB PAJAK PENGHASILAN

2 Tarif PPh Final untuk Penghasilan atas Bunga Simpanan Koperasi

Minggu, 29 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

SPT Tahunan Pajak Karbon berdasarkan PMK 81/2024

Minggu, 29 Desember 2024 | 10:30 WIB PMK 81/2024

Batas Waktu Keputusan Angsuran/Penundaan Pembayaran Pajak Berubah