Ilustrasi. Suasana Pertemuan Finance and Central Bank Deputies (FCBD) G-20 di Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7/2022). Pertemuan tersebut berlangsung 13-14 Juli 2022 untuk membahas tujuh agenda utama menyangkut ekonomi global, kesehatan dan keuangan. ANTARA FOTO/POOL/Nyoman Budhiana/rwa.
JAKARTA, DDTCNews – Organisasi masyarakat sipil Indonesia dan negara-negara lainnya, yang tergabung dalam Tax and Sustainable Finance Working Group (TSFWG) Civil-20, menyerukan sejumlah rekomendasi terkait dengan perpajakan internasional.
Seruan sejumlah rekomendasi itu sebagai respons atas pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G-20 (3rd Finance and Central Bank Deputies Meeting). C-20 mendukung dilanjutkannya pembahasan agenda reformasi perpajakan internasional.
“Baik yang diinisiasi oleh Indonesia maupun yang telah disepakati sebelumnya oleh negara-negara G-20. Namun, terkait dengan beberapa hal lain kami menyampaikan pandangan yang berbeda dan menyampaikan rekomendasi,” tulis TSFWG C-20 dalam keterangan resmi, Rabu (13/7/2022).
Beberapa rekomendasi terkait dengan perpajakan antara lain pertama, TSFWG C-20 meminta G-20 dan negara-negara lain menyerukan pembentukan badan PBB tentang pajak global. Badan ini memiliki mandat internasional – tidak hanya mewakili negara kaya, tetapi juga negara berkembang dan miskin – untuk menerapkan aturan lintas batas atau yurisdiksi.
Kedua, mengenai Pilar 1, TSFWG C-20 mengusulkan pengurangan ambang batas (threshold) dari saat ini €20 miliar euro supaya lebih banyak lagi perusahaan multinasional yang masuk dan yurisdiksi pasar mendapat lebih banyak benefit. Mereka juga mengusulkan minimal 30% dari residual profit (seluruh laba di atas 10% dari penghasilan) diberikan kepada yurisdiksi pasar.
Ketiga, mengenai Pilar 2, TSFWG C-20 mengusulkan tarif pajak minimum global untuk perusahaan multinasional ditetapkan pada kisaran 21%-25%, bukan 15%. Mereka juga mendesak adanya kewajiban bagi perusahaan multinasional untuk mempublikasikan pelaporan negara per negara (CbCR) yang dapat diakses oleh publik untuk transparansi perpajakan yang lebih baik.
“Selain itu, kami mendesak untuk menurunkan ambang batas kewajiban pelaporan CbCR yang pada saat ini sebesar €750 juta agar lebih banyak lagi perusahaan multinasional yang masuk dalam skema Pilar 2,” tulis TSFWG C-20.
Keempat, TSFWG C-20 menegaskan kembali keharusan bagi negara-negara G-20 untuk membiayai infrastruktur/layanan publik melalui alternatif lain berupa pajak kekayaan. Skema ini juga berfungsi sebagai sarana redistribusi kekayaan dan untuk mengurangi ketimpangan. Mekanismenya dengan tarif tetap pada nilai kekayaan diatas US$10 juta.
Kelima, TSFWG C-20 meminta OECD agar menghapus beban pajak yang tidak adil pada perempuan dan mengadopsi perpajakan yang progresif, redistributif, dan setara gender. Hal ini termasuk bentuk pajak baru atas modal dan kekayaan yang dikombinasikan dengan pengurangan ketergantungan pada pajak konsumsi.
Mereka juga menuntut semua pemimpin G-20 untuk menghapus bias gender dan diskriminasi dalam kebijakan pajak. Langkah ini untuk memastikan pendapatan pajak dinaikkan dan dibelanjakan dengan cara yang mempromosikan kesetaraan gender.
Keenam, TSFWG C-20 meminta adanya kepastian mekanisme pajak karbon yang lebih transparan dan akuntabel. Mereka juga mendukung rencana G-20 dan OECD untuk membentuk Inclusive Forum on Carbon Mitigation Approach. Namun, menurut mereka, pembuatan mekanisme pajak karbon yang inklusif dan demokratis lebih mungkin dilakukan di bawah mekanisme PBB. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.