Muhammad Dahlan, selaku Juara I Lomba Menulis Artikel Pajak DDTCNews 2022.
JAKARTA, DDTCNews - Melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah menaikkan tarif tertinggi lapisan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi menjadi 35%. Tarif ini menyasar penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar yang tentunya hanya dimiliki kelompok kaya atau high net worth individuals (HNWI).
Namun, pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah kenaikan tarif ini cukup ampuh mengikis jurang ketimpangan pendapatan di Indonesia? Pertanyaan tersebut menjadi menu utama yang disajikan Muhammad Dahlan dalam artikelnya berjudul Tarif Pajak Orang Kaya Naik, Apakah Ketimpangan Bisa Turun? Karya ASN Ditjen Pajak (DJP) yang kini menempuh pendidikan doktor di Cardiff Business School, Inggris ini berhasil meraih juara pertama lomba menulis artikel pajak sebagai bagian dari rangkaian HUT ke-15 DDTC.
"Lomba ini merupakan salah satu sarana agar isu perpajakan dapat tersampaikan secara lebih luas dengan gaya penulisan yang menarik," kata Dahlan, Selasa (6/12/2022).
Proses penulisan artikel tersebut ternyata cukup menarik. Dahlan mengaku mendapatkan ide tulisan tersebut saat membaca sebuah jurnal tentang pemajakan orang kaya di Inggris. Mengacu pada beragam referensi yang pernah dibaca, Dahlan berkesimpulan bahwa memajaki orang kaya dan super kaya bukanlah perkara mudah, bahkan bagi negara maju sekalipun.
Melihat fenomena ini, lanjutnya, keputusan pemerintah Indonesia untuk menaikkan tarif tertinggi lapisan PPh sebenarnya patut diapresiasi. Kebijakan tersebut dinilainya sebagai sebuah kemajuan untuk mewujudkan pemerataan pemajakan terkait dengan kemampuan membayar (ability to pay) setiap wajib pajak.
"Orang kaya harus membayar pajak lebih banyak. Namun, apakah dengan kenaikan tarif tertinggi ini bisa langsung mengurangi ketimpangan pendapatan? Mungkin tidak akan langsung terjadi. Inilah yang membuat saya tertarik menulis lebih mendalam tentang isu tersebut," kata sosok yang sempat menjabat sebagai salah satu ketua tim pemeriksa di KPP Pratama Jakarta Setiabudi Satu, sebelum akhirnya berangkat ke Inggris.
Melalui artikel yang ditulisnya, Dahlan menilai bahwa kenaikan tarif pajak tertinggi belum cukup kuat menangkap seluruh potensi perpajakan dari orang kaya. Alasannya, orang kaya tidak hanya memperoleh penghasilan dari pendapatan bulanan tetapi juga mengalir dari kenaikan nilai kekayaan bersih mereka. Potensi inilah yang menurutnya belum bisa digali oleh pemerintah.
"Oleh karena itu, melalui reformasi perpajakan yang sedang dilakukan oleh DJP baik dari sisi regulasi, IT maupun proses bisnis maka wacana pengenaan pajak kekayaan mungkin bisa jadi alternatif bagi pemerintah agar orang kaya bisa berkontribusi sesuai dengan kemampuan ekonomis yang mereka miliki," kata Dahlan.
Secara umum, Dahlan berpandangan otoritas pajak sudah berjalan di jalur yang tepat melalui digitalisasi sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system. Data driven policy yang dibangun, menurutnya, bisa membuat seluruh pengenaan dan kebijakan pajak didukung oleh data yang bisa dipertanggungjawabkan kualitasnya.
"Sehingga HNWI tidak lagi dapat menyembunyikan kekayaannya untuk menghindari pajak. Dengan begitu, harapannya basis perpajakan ikut naik, yang pada akhirnya meningkatkan tax ratio dan mengurangi ketimpangan," kata Dahlan.
Sebagai juara pertama, Dahlan mendapatkan hadiah uang tunai Rp9 juta. Dia juga mendapatkan buku Susunan dalam Satu Naskah UU Perpajakan Tahun 2022 senilai Rp200.000. Untuk melihat para pemenang lomba menulis artikel pajak DDTCNews 2022, silakan cek di sini. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.