Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata (tengah), memberikan keterangan pers seusai audiensi Komisi Yudisial di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (4/3/2021). Alex mengatakan pemerintah daerah perlu terus diingatkan untuk mencegah terjadinya korupsi sedini mungkin. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa)
JAKARTA, DDTCNews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pemerintah daerah perlu terus diingatkan untuk mencegah terjadinya korupsi sedini mungkin.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan akan terus mengingatkan pemda untuk bersama-sama mencegah korupsi. Menurutnya, strategi pencegahan korupsi perlu dirumuskan para kepala daerah agar mampu menekan tingkat korupsi di daerah.
"Pesan saya dari 5 tahun lalu sampai hari ini masih sama. Ayo gotong royong memberantas korupsi. Mungkin ada yang nyimak, ada yang sambil lalu tapi ya sudah, itu tugas saya untuk terus mengingatkan," katanya dalam Rakor pencegah korupsi di wilayah Solo Raya dikutip Jumat (26/3/2021).
Alex menekankan strategi untuk mencegah dan pemberantasan korupsi oleh pemerintah daerah perlu adanya sasaran strategi. Dia menyebutkan kepala daerah memiliki kewenangan untuk melakukan variasi strategi dalam mencegah korupsi.
Selanjutnya, tahap kedua memastikan strategi dapat dilakukan adalah dengan konsisten dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. Tahap ketiga pencegahan korupsi adalah membangun integritas tidak hanya sebatas kepada aparat pemerintah daerah.
Pola relasi pemerintah daerah dengan masyarakat dan pelaku usaha ikut menentukan efektivitas strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi di daerah. Menurutnya, ketiga aktor tersebut wajib bekerja sama jika ingin mencegah praktik koruptif dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Alex menambahkan agar kepala daerah senantiasa cermat dalam menyusun anggaran daerah atau APBD. Dia menjelaskan proses penyusunan kebijakan fiskal daerah kerap kali jadi ajang melakukan korupsi agar menguntungkan pihak tertentu dalam pengesahan APBD.
"Para kepala daerah agar berhati-hati dalam proses pengesahan APBD. Ada contoh kasus 'upah ketok palu' di beberapa daerah seperti Jambi, Riau, Malang, dan Sumatera Utara, yaitu modus penerimaan gratifikasi dalam pengesahan RAPBD," terangnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.