Dirjen Pajak Robert Pakpahan melantik para pejabat fungsional pemeriksa pajak, fungsional penilai PBB belum lama ini. (DDTCNews - Instagram DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak akan mengandalkan teknologi informasi untuk mencegah berulangnya penyalagunaan kewenangan. Apalagi, belum lama ini pegawai instansi ini terkena operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Terciduknya pegawai Ditjen Pajak (DJP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bagi Dirjen Pajak Robert Pakpahan, menjadi pelajaran yang berharga. Agar tidak terulang, DJP akan mengandalkan teknologi informasi yang menjadi bagian dalam proses reformasi proses bisnis.
“DJP membangun sistem informasi yang melekat pada setiap tahapan pemeriksaan,” katanya di kantor KPK, Kamis (4/10/2018).
Lebih lanjut, Robert mengakui bahwa penggunaan sistem berbasis teknologi informasi dalam ranah pemeriksaan masih minim. Aspek inilah yang memunculkan banyak ruang untuk oknum melakukan tindakan melawan hukum, seperti kasus Kepala KPP Pratama Ambon.
“Kami menduga dan yakin untuk kasus yang Ambon masih dilakukan secara manual sehingga saat terjadi pemeriksaan tidak ada transparansi,” imbuhnya.
Oleh karena itu, ranah pemeriksaan menjadi perhatian utama otoritas untuk bisa segera diperkuat. Dia mengungkapkan sistem berbasis teknologi informasi untuk pemeriksaan sudah final dan masuk tahap uji coba.
Dengan demikian, setiap proses tahapan dalam pemeriksaan yang tengah dijalankan akan terpantau. Kondisi ini diharapkan mampu meningkatkan transparansi secara otomatis karena pemeriksa tidak bergerak sendiri dalam melaksanakan tugasnya.
“Jadi pada setiap tahapan itu harus masuk ke dalam sistem informasi. Sehingga menciptakan transparasi di dalam proses berlangsungnya pemeriksaan,” ungkap Robert.
Selain mengandalkan teknologi informasi, Ditjen Pajak juga membentuk komite dalam perencanaan pemeriksaan. Menurut Robert, tugas komite ini akan melaksanakan seleksi terkait usulan pemeriksaan yang dapat disetuji atau tidaknya.
Dengan adanya komite ini, setiap usulan pemeriksaan akan diseleksi dengan cermat. Dengan demikian, ada dua aspek yang terpenuhi. Pertama, peningkatan kualitas pemeriksaan. Kedua, penambahan bobot transparasi untuk menutup celah penyalahgunan kewenangan.
“Sehingga kualitas pemilihan pemeriksaan lebih bermutu dan tidak ada unsur subjektifitas. DJP akan menerbitkan aturan bahwa dalam menyeleksi siapa yang dapat diperiksa itu perlu beberapa lapis filter untuk memastikan ada standar,” jelasnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.