KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Cakupan STTR Terlalu Sempit, Negara Berkembang Minta Diperluas

Muhamad Wildan | Senin, 31 Januari 2022 | 12:00 WIB
Cakupan STTR Terlalu Sempit, Negara Berkembang Minta Diperluas

Ilustrasi.

PARIS, DDTCNews - Negara-negara berkembang mulai menyuarakan keberatan atas cakupan subject to tax rule (STTR) pada Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) yang dirasa terlalu sempit.

Merujuk pada dokumen kesepakatan atas Pilar 2 per Oktober 2021, STTR hanya mencakup bunga, royalti, dan pembayaran lainnya. Hingga saat ini, belum disepakati apa yang dimaksud dengan pembayaran lainnya.

"Negara berkembang merasa cakupan STTR masih terlalu sempit. Service fee seharusnya tercakup dalam ketentuan STTR," ujar Direktur Perjanjian dan Perpajakan Internasional Otoritas Pajak Jamaika, Marlene Nembhard Parker, dikutip Senin (31/1/2022).

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Melalui STTR, yurisdiksi sumber mendapatkan hak pemajakan atas intragroup payment yang mengeksploitasi P3B untuk memindahkan laba dari yurisdiksi sumber menuju yurisdiksi bertarif pajak rendah.

Dengan tarif STTR sebesar 9%, hak pemajakan yang diperoleh yurisdiksi sumber nantinya adalah sebesar selisih antara tarif pajak minimum STTR sebesar 9% dan tarif pajak atas penghasilan di negara lain.

Selain masalah cakupan yang tergolong sempit, negara-negara berkembang juga mengkhawatirkan singkatnya waktu yang dimiliki yurisdiksi untuk mengadopsi Pilar 2 dan mengimplementasikan rezim baru tersebut.

Baca Juga:
Malaysia Berencana Kenakan Pajak atas Dividen sebesar 2 Persen

Sebagaimana yang disampaikan oleh Business at OECD, mayoritas negara akan menghadapi tantangan dari sisi administratif dan juga dari sisi compliance akibat adanya Pilar 2. "Jika negara maju saja kesulitan, bagaimana dengan negara berkembang?" ujar Parker seperti dilansir Tax Notes International.

Parker mengatakan negara-negara berkembang memerlukan waktu untuk mempelajari setiap klausul pada Pilar 2, menyampaikannya kepada pelaku bisnis, dan juga mengadopsinya ke dalam ketentuan domestik.

Menanggapi hal ini, Senior Program Officer dari South Center Abdul Muheet Chowdhary mengatakan negara-negara berkembang masih memiliki waktu untuk mengubah klausul-klausul yang ada sesuai dengan kepentingan negara berkembang atau bahkan menarik diri dari konsensus.

"Saya ingatkan, apa yang disepakati pada solusi 2 pilar masih belum mengikat. Semua konsensus itu bersifat politis," ujar Chowdhary. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN