Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Bapenda Kota Tangsel Marlina Bonde.
JAKARTA, DDTCNews – Perubahan ketentuan saat terutangnya bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dari transaksi jual beli berpotensi meningkatkan penerimaan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) di Banten.
Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Bapenda Kota Tangsel Marlina Bonde mengungkapkan peluang naiknya penerimaan disebabkan saat terutang BPHTB yang tidak lagi berpatokan pada penandatanganan akta jual beli (AJB) melainkan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).
“BPHTB sudah dapat ditagihkan tanpa harus menunggu dilakukannya AJB sehingga meminimalisir penghindaran BPHTB terutang. Sering ada pembeli tanah/bangunan di Tangsel hanya melakukan PPJB saja dan setelah sekian tahun baru melakukan AJB,” sebut Marlina dalam webinar nasional bertajuk Implementasi Peraturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 2024, dikutip pada Kamis (25/4/2025).
Sebagai informasi, Undang-Undang 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) mengubah sejumlah ketentuan terkait dengan BPHTB. Perubahan itu di antaranya terkait dengan saat terutang BPHTB dari transaksi jual beli.
Kini, perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dari transaksi jual beli terutang BPHTB pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya PPJB. Sebelumnya, BPHTB baru terutang pada saat tanggal dibuat dan ditandatanganinya AJB.
Kendati membawa peluang penerimaan, Marlina mengatakan perubahan itu juga menjadi tantangan. Tantangan tersebut berkaitan dengan potensi keberatan dari wajib pajak. Sebab, ketentuan tersebut berbeda dengan peraturan terdahulu.
“Namun, ketentuan tersebut juga merupakan tantangan baru bagi Bapenda karena dimungkinkan adanya keberatan dari wajib pajak. Sebab, pada perda sebelumnya untuk pembuatan PPJB tidak ditagih BPHTB.
Sehubungan dengan tantangan itu, Marlina menyebut akan melakukan sosialisasi dan berkoordinasi dengan pengembang serta pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Langkah tersebut diharapkan dapat membuat wajib pajak serta stakeholder menaati ketentuan BPHTB yang baru.
Marlina menambahkan Bapenda Kota Tangsel juga akan melakukan pengawasan terkait dengan transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan. Pengawasan tersebut dilakukan baik terhadap transaksi jual beli yang menggunakan skema AJB maupun PPJB.
Selain terkait BPHTB, ada 5 tantangan lain yang dihadapi Bapenda Kota Tangsel terkait dengan implementasi ketentuan pajak daerah baru. Pertama, pendataan rumah tapak dengan nilai jual objek pajak (NJOP) maksimal Rp200 juta yang digunakan sebagai tempat usaha/komersial.
Pendataan tersebut diperlukan karena Kota Tangsel mengecualikan PBB-P2 terhadap rumah tapak yang berfungsi sebagai tempat tinggal dengan NJOP sampai dengan Rp200 juta dari pengenaan PBB-P2. Namun, pengecualian itu tidak berlaku apabila rumah tapak itu digunakan untuk usaha.
“Faktanya banyak rumah tapak di Tangsel yang disewakan sebagai tempat usaha. Namun, solusi dalam menghadapi tantangan tersebut adalah mendata rumah tapak yang digunakan untuk usaha sehingga justru menjadi potensi penerimaan” jelas Marlina.
Kedua, pengenaan pajak reklame terhadap reklame yang belum memiliki izin atau belum memperpanjang izin. Ketiga, penurunan tarif pajak parkir dari 25% menjadi 10%. Keempat, penghapusan kos-kosan sebagai objek pajak hotel. Kelima, kenaikan tarif pajak hiburan atas karaoke dari 30% menjadi 40%. Keenam, penerapan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
“Perubahan-perubahan tersebut ada yang bisa mengurangi penerimaan pajak daerah sehingga menjadi tantangan untuk mencari solusi dan inovasi untuk mencapai target penerimaan pajak daerah,” pungkas Marlina.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kota Tangerang Selatan Paramitha Messayu menjelaskan peran aktif DPRD dalam perumusan hingga pengundangan peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) di Kota Tangsel.
Paramitha menyebut pemungutan dan pemutakhiran data PDRD perlu peran aktif dari semua pihak. Menurutnya, DPRD sebagai perwakilan masyarakat juga bisa berperan untuk memberikan edukasi terkait dengan perubahan kebijakan kepada konstituen atau masyarakat
“Mudah-mudah tujuan local taxing power bisa terlaksana dan hal ini tentu berdampak positif bagi pembangunan daerah di masing-masing daerah. Kami DPRD tentu selalu mensupport secara positif apa yang bisa diberikan terbaik untuk masyarakat,” pungkasnya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.