Pelaku bisnis Kripto, Nanda Rizal memantau grafik perkembangan nilai aset kripto, Bitcoin di Malang, Jawa Timur, Sabtu (12/3/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Terdapat beberapa bentuk transaksi yang membuat penjual cryptocurrency atau mata uang kripto dikenai pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 yang bersifat final atas penghasilan dari transaksinya.
Hal ini diatur dalam aturan turunan UU HPP yang baru saja terbit, yakni PMK 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Pada Pasal 20 PMK 68/2022 disebutkan, penghasilan sehubungan dengan aset kripto meliputi pembayaran dari transaksi aset kripto dengan mata uang fiat, tukar menukar aset kripto, dan transaksi lainnya yang dilakukan lewat sarana elektronik yang disediakan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik atau exchanger.
"Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dikenai PPh Pasal 22 dengan tarif sebesar 0,1% dari nilai transaksi aset kripto, tidak termasuk PPN dan PPnBM," bunyi Pasal 21 ayat (1) PMK 68/2022, dikutip Rabu (6/4/2022).
Bila exchanger ternyata bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 final yang dikenakan menjadi sebesar 0,2%. Adapun yang dimaksud dengan pedagang fisik aset kripto adalah pihak yang telah telah mendapatkan persetujuan Bappebti untuk melakukan transaksi atau memfasilitasi transaksi aset kripto.
Bila transaksi aset kripto yang dimaksud adalah pembayaran dengan mata uang fiat, dasar pengenaan PPh Pasal 22 adalah sebesar nilai uang yang dibayarkan oleh pembeli ke penjual.
Dalam hal mata uang fiat yang digunakan pembeli bukan rupiah, nilai transaksi harus dikonversikan ke dalam bentuk rupiah berdasarkan kurs menteri keuangan pada tanggal pembayaran.
Bila transaksi yang dimaksud adalah tukar menukar aset kripto maka nilai transaksi yang menjadi dasar pengenaan PPh Pasal 22 adalah nilai masing-masing aset kripto yang diserahkan oleh para pihak yang bertransaksi.
Nilai aset kripto yang dipertukarkan harus dikonversi ke rupiah berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh bursa berjangka atau nilai dalam sistem milik exchanger. Skema konversi harus diterapkan secara konsisten.
Kemudian, apabila transaksi aset kripto yang dimaksud adalah transaksi selain pembayaran dengan mata uang fiat dan tukar menukar aset kripto, nilai transaksi yang menjadi dasar pengenaan PPh Pasal 22 adalah jumlah pembayaran yang diterima penjual.
Dalam pelaksanaannya, PPh Pasal 22 yang bersifat final harus dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh exchanger. Exchanger wajib menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Adapun SPT Masa PPh atas PPh Pasal 22 harus disampaikan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Seluruh ketentuan dalam PMK 68/2022 baik PPh maupun PPN masih baru akan berlaku pada tanggal 1 Mei 2022. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.