ANALISIS PAJAK

Berat Sebelah Pajaki Ekonomi Digital?

Jumat, 08 Februari 2019 | 14:40 WIB
Berat Sebelah Pajaki Ekonomi Digital?

Doni Agus Setiawan,
DDTCNews

ATURAN main tata cara perpajakan untuk pelaku ekonomi yang bermain di ranah digital melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik tidak hanya menimbulkan polemik.

Aturan tersebut membuka lubang besar terkait dengan kesamaan derajat perlakuan perpajakan bagi setiap aktornya. Kegaduhan perihal wajib Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi pelapak online hanya salah satu rumitnya pengaturan pajak di arena dalam jaringan (daring).

Secara umum, ranah digital memang salah satu sektor yang sulit untuk dicari formulasi pungutan pajak yang efektif. Tidak seperti transaksi konvensional, transaksi di era digital tidak terbatas pada ruang dan waktu (Lamensch, 2015).

Hal ini yang kemudian merembet ke banyak aspek mulai dari hak pemajakan hingga melakukan identifikasi atas suatu transaksi. Berbagai faktor tersebut, suka tidak suka, menjadi permasalahan dalam menerapkan peraturan transaksi konvensional ke dalam transaksi digital.

Keruwetan tersebut kemudian tercermin dalam PMK 210. Setidaknya terdapat tiga aktor dalam ranah perdagangan elektronik di Indonesia. Pertama, penyedia layanan dagang elektronik atau yang disebut sebagai wadah elektronik. Pada kategori ini, bermukim Tokopedia, Bukalapak, dan seterusnya.

Kedua, pemain di dalam wadah elektronik. Pelapak dan pembeli menjadi dua unsur dalam kelompok kedua ini. Ketiga, adalah transaksi digital melalui media sosial yang kini tengah menjamur di aplikasi daring seperti Instagram dan Twitter.

Dari ketiga kelompok di atas, PMK 210 mengatur secara tegas untuk dua aktor pertama. Misalnya, dalam Pasal 3 ayat (3) disebutkan penyedia platform marketplace wajib memiliki NPWP dan wajib dikukuhkan sebagai Pengusahan Kena Pajak (PKP). Begitu juga bagi pelapak yang diwajibkan memberitahukan NPWP kepada penyedia platform marketplace meskipun terdapat pilihan lain dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Tidak berhenti pada syarat administrasi, beban pajak juga diberikan kepada dua aktor tadi. Untuk pedagang dan penyedia jasa daring di marketplace yang telah dikukuhkan sebagai PKP, pada Pasal 5 PMK 210 diberikan tugas untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Hal serupa berlaku untuk penyedia layanan dagang elektronik. Pasal 7 menyebutkan kewajiban pelaporan rekapitulasi transaksi perdagangan yang dilakukan oleh pedagang dan/atau penyedia jasa yang dilakukan melalui platform marketplace dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Data tersebut wajib hukumnya untuk dilaporkan kepada otoritas pajak.

Kemudian, pengaturan bagi yang bermain di ranah sosial media, classified ads dan lain-lain sebagaimana tertulis dalam Pasal 9, pungutan dan perlakuan pajak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pada titik ini terasa perbedaan perlakuan pajak kepada ketiga aktor tersebut. Otoritas pajak melakukan terobosan adminstrasi yang signifikan kepada dua aktor pertama dengan wajib ber-NPWP baik kepada penyedia maupun pelapak yang masuk ketegori PKP.

Namun, lain halnya kepada pemain di ranah sosial media yang praktis tidak ada terobosan baik administratif maupun kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan sebagai pemangku kebijakan fiskal.

Padahal, laporan Google-Temasek menyebutkan nilai perdagangan e-commerce di Indonesia pada 2018 telah mencapai US$23,2 miliar atau sekitar Rp336 triliun (gross merchandise value). Angkanya berpotensi naik menjadi US$53 miliar atau sekitar Rp700 triliun pada 2025. Potensi pajak yang menggiurkan tentunya. Namun, lompatan besar berlaku untuk ranah sosial media dalam 3 tahun terakhir.

Ambil contoh Instagram. Selain sebagai tempat memublikasikan gambar di dunia maya, iklan yang berseliweran di aplikasi ini tidak bisa dianggap sebelah mata. Tercatat, pendapatan iklan yang diraup oleh Instagram naik pesat dalam 3 tahun terakhir. Jika pada 2015 pendapatan iklan Instagram secara global ‘hanya’ US$3,64 miliar maka angkanya naik dua kali lipat menjadi US$6,84 miliar pada 2018.

Ceruk ekonomi jumbo ini yang belum dapat digali secara signifikan oleh otoritas fiskal. Padahal, pengguna Instagram asal Indonesia merupakan yang terbesar ke-4 di dunia dengan 59 juta akun. Terobosan, baik administratif maupun kebijakan, idealnya juga ditujukan untuk segmen ekonomi ini.

Selain itu, orientasi kepada wajib pajak domestik begitu terasa dalam beleid ini. Memang benar bahwa beleid tersebut turut mengatur platform marketplace asing selama ia memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

Namun, salah satu karakteristik ekonomi digital, termasuk platform marketplace, tidak membutuhkan kehadiran fisik di yurisdiksi tempat penghasilan diperoleh. Lantas, bagaimana cara memajaki pelaku ekonomi di ranah digital?

Dibutuhkan political will untuk memajaki raksasa ekonomi digital ini. Pajak dan pungutan baru bisa menjadi jawaban selayaknya India dan Inggris menghadapi tantangan perpajakan ekonomi digital untuk entitas Over The Top (OTT). Namun, hal tersebut nampaknya bukan jawaban ideal di tengah hiruk pikuk kegiatan politik di tahun fiskal 2019.

Satu hal yang pasti, pemajakan atas kegiatan ekonomi digital tetap tunduk pada kebutuhan terciptanya akses dan perlakuan yang sama (level playing field) yang mencakup tiga dimensi, yaitu kesetaraan antara ekonomi konvensional dan digital, kesetaraan antara berbagai bentuk ekonomi digital, dan kesetaraan antara pemain digital dalam negeri dan asing.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 12 Desember 2024 | 17:55 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Tunjuk Amazon Jepang Hingga Huawei Jadi Pemungut PPN PMSE

Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:30 WIB SERBA-SERBI PAJAK

Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

BERITA PILIHAN