EFEK VIRUS CORONA

Beleid Insentif Pajak Terbit, Ini Tanggapan Pengusaha

Dian Kurniati | Minggu, 29 Maret 2020 | 09:00 WIB
Beleid Insentif Pajak Terbit, Ini Tanggapan Pengusaha

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews—Beberapa kalangan pengusaha menyambut baik insentif fiskal yang diberikan pemerintah untuk menekan dampak virus corona terhadap sejumlah industri.

Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gappmi) Rachmat Hidayat menilai sejumlah insentif yang diberikan pemerintah cukup membantu industri di tengah mahalnya bahan baku industri saat ini.

Menurutnya, insentif PPh Pasal 25 sebesar 30% dari angsuran yang seharusnya terutang, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, dan percepatan restitusi PPN sangat membantu menambah likuiditas perusahaan.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

“Likuiditas tentu terbantu. Lumayan kan, 30% itu akan berguna karena cash sangat dibutuhkan di situasi seperti saat ini," katanya kepada DDTCNews, Jumat (27/3/2020).

Jenis industri makanan-minuman yang dapat menikmati ketiga insentif itu yakni industri minyak goreng kelapa sawit, serta industri pengolahan susu bubuk dan susu kental.

Insentif juga diberikan kepada industri produk roti dan kue, industri makaroni, mi, dan produk sejenisnya, serta industri bumbu masak dan penyedap masakan.

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Rachmat mengatakan sebagian pelaku industri makanan-minuman saat ini masih memiliki stok bahan baku yang cukup karena mengantisipasi lonjakan produksi jelang bulan puasa dan Lebaran.

Namun, beberapa pengusaha lainnya sudah kesulitan mendapat bahan baku karena ketiadaan produksi di China akibat virus Corona, seperti bawang putih dan bawang bombai.

Demikian pula dengan susu sebagai bahan baku produksi susu bubuk dan susu kental. Mengenai keterbatasan bahan baku itu, dia meminta pemerintah mempermudah prosedur izin untuk mengimpornya karena masuk dalam daftar larangan/pembatasan (lartas).

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

“Hampir 100% bahan produksi makanan-minuman masuk lartas. Izinnya sangat kompleks. Apalagi, harus mengantongi persetujuan bupati/walikota, gubernur, Kementerian Pertanian, hingga Kementerian Perdagangan,” ujarnya.

Rachmat berharap izin impor bahan baku produksi makanan dan minuman dapat dipermudah, sehingga pengusaha akan segera mengimpor bahan baku untuk persiapan memperbesar produksi saat wabah corona berakhir.

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengakui insentif pajak akan membantu industri tetap berproduksi meski di tengah wabah, terutama untuk kebutuhan pengemasan makanan.

Baca Juga:
WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

“Artinya modal yang kita bayarkan untuk pajak bisa diputar untuk pembelian bahan baku. Kalau Agustus sudah recover, kami bisa langsung lari dan pekerja yang diliburkan akan dipekerjakan lagi," ujarnya.

Meski demikian, Fajar mengeluhkan rantai distribusi produk agak terganggu karena banyak pasar yang tutup. Dia meminta pemerintah membantu pengusaha menyalurkan produk plastik kepada konsumen mereka, terutama produsen makanan skala UMKM.

Dia juga meminta pemerintah menunda membatalkan rencana pengenaan cukai pada plastik. Alasannya, corona menyebabkan kebutuhan plastik meningkat untuk keperluan membungkus makanan atau mengemas barang yang diperdagangkan secara online.

Baca Juga:
Negara Ini Bebaskan Pajak untuk Pengusaha Beromzet hingga Rp1 Miliar

Hal berbeda diutarakan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik Indonesia (Gabel) Ali Subroto. Menurutnya, menuturkan kerugian yang dialami industri tidak bisa tertutupi oleh insentif fiskal.

Ali mengilustrasikannya dengan sebuah perusahaan beromzet Rp100 miliar per tahun dan keuntungan bersihnya Rp2,5 miliar. PPh Pasal 25 badan yang harus dibayarkan dengan tarif 25% adalah Rp625 juta. Jika ada fasilitas penundaan PPh Pasal 25 sebesar 30% selama 6 bulan, nilainya hanya Rp93,75 juta.

Belum lagi, jika industri tersebut mengalami penurunan penjualan karena virus Corona. Dalam usaha elektronika, industri yang omzetnya turun 50%, apalagi yang penjualannya terhenti, bisa mengalami kerugian 1% dari omzet setiap bulannya. Dengan ilustrasi Ali, berarti nilainya Rp1 miliar per bulan.

Baca Juga:
DJP Klaim Insentif Pajak 2025 Sudah Akomodir Rumah Tangga dan UMKM

Lalu pada saat bersamaaN, industri tetap harus menanggung biaya operasional dan bunga kredit setiap bulannya. "Jadi insentif fiskal itu tidak efektif," ujarnya.

Ali menilai fasilitas yang dibutuhkan asosiasi adalah kelonggaran kredit dari perbankan, sehingga industri bisa mendapat tambahan likuiditas guna mengatasi penjualan atau tagihan yang macet, serta menambal pengeluaran yang besar seperti gaji karyawan. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Senin, 23 Desember 2024 | 17:30 WIB KABUPATEN SIDOARJO

Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Minggu, 22 Desember 2024 | 13:00 WIB KPP PRATAMA SINTANG

WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?