KEBIJAKAN PAJAK

Belanja Pajak PPh OP Banyak Dinikmati Orang Kaya, Kok Bisa?

Muhamad Wildan | Jumat, 10 September 2021 | 18:00 WIB
Belanja Pajak PPh OP Banyak Dinikmati Orang Kaya, Kok Bisa?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Sistem PPh orang pribadi yang saat ini berlaku di Indonesia masih memuat skema regresif. Hal ini dinilai perlu direvisi melalui RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande Putu Oka Kusumawardani mengatakan klausul pengecualian pajak atas natura saat ini cenderung dinikmati oleh mereka yang kaya.

"Sebagian besar belanja pajak PPh OP kita dimanfaatkan oleh segmen wajib pajak yang relatif berpenghasilan tinggi," ujar Oka dalam webinar Membidik Perubahan Kebijakan PPN dan PPh dalam RUU KUP 2021 yang diselenggarakan Tax Centre UI, Jumat (10/9/2021).

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Berdasarkan paparan Ditjen Pajak (DJP) dalam rapat bersama Komisi XI pada Juli 2021, total belanja pajak PPh orang pribadi yang timbul akibat pengecualian natura dari objek pajak mencapai Rp5,1 triliun pada 2016 hingga 2019.

Selama ini, natura atau fringe benefits tidak dihitung sebagai biaya bagi pemberi kerja. Sementara bagi pekerja, natura tidak termasuk sebagai objek pajak. Pengecualian natura dari objek pajak justru dinikmati oleh karyawan-karyawan kelas atas seperti direktur dan komisaris.

Akibatnya, hal ini menimbulkan ketidakadilan horizontal dan membuka ruang untuk melakukan tax planning, mengingat tarif PPh badan lebih rendah dibandingkan dengan tarif tertinggi PPh orang pribadi.

Baca Juga:
Bingkisan Natal Tidak Kena Pajak Natura Asalkan Penuhi Ketentuan Ini

Melalui RUU KUP, ketentuan UU PPh mengenai natura akan direvisi. Nantinya pemberian natura akan menjadi penghasilan bagi penerimanya dan akan menjadi biaya bagi pemberi kerja.

Selain mengubah ketentuan mengenai natura, pemerintah juga menambah lapisan penghasilan kena pajak dari yang saat ini sebanyak 4 layer menjadi 5 layer penghasilan kena pajak dengan tarif baru sebesar 35% untuk penghasilan di atas Rp5 miliar. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?