BERITA PAJAK HARI INI

Begini Hasil Asesmen OECD Soal Pertukaran Data Pajak RI

Redaksi DDTCNews | Jumat, 14 Juli 2017 | 08:56 WIB
Begini Hasil Asesmen OECD Soal Pertukaran Data Pajak RI

JAKARTA, DDTCNews – Keinginan Indonesia segera merealisasikan pertukaran data pajak secara otomatis dengan negara-negara OECD nampaknya bakal terganjal. Kabar tersebut menjadi topik utama beberapa media nasional pagi ini, Jumat (14/7).

Hasil asesmen pertama OECD menyebutkan Indonesia masih masuk dalam kategori negara partially compliance. Kategori tersebut masuk dalam rating yang kurang baik dan konsekuensinya tidak hanya mengancam keikutsertaan dalam AEoI, tapi juga akan dikenakan sanksi dari negara-negara G20.

Salah satu syarat yang belum dipenuhi adalah akses data hingga pemilik sesungguhnya atau beneficial owner di semua entitias atau perusahaan. Padahal, OECD mensyaratkan informasi hingga beneficial ownership harus bisa diakses otoritas pajak manapun dalam pertukaran informasi.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Berita lainnya mengenai pemerintah yang akan segera merampungkan revisi aturan CFC dan Singapura yang meminta negosiasi ulang perjanjian pajak terkait double tax agreement (DTA). Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Selangkah Lagi Indonesia Punya Aturan CFC

Kementerian Keuangan (Kemkeu) merampungkan revisi aturan terkait perlakuan penghasilan dari perusahaan terkendali di luar negeri yang dimiliki oleh wajib pajak Indonesia (Controlled Foreign Company/CFC). Aturan yang direvisi yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 256/pmk.03/2008. Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo mengatakan dalam beberapa pekan ke depan, aturan tersebut akan diberlakukan.

  • Singapura Minta Negosiasi Ulang Perjanjian Perpajakan

Otoritas pajak Singapura meminta Indonesia untuk melakukan renegosiasi tax treaty atau perjanjian pajak antarkedua negara, khususnya mengenai double tax agreement (DTA) atau pajak berganda dengan Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia sendiri akan meninjau ulang seluruh treaty dengan negara-negara yang memiliki kerja sama perpajakan dengan Indonesia termasuk Singapura. Alasan Singapura meminta hal ini di-update agar Singapura bisa semakin meningkatkan investasinya di Indonesia sehingga pembaruan ini bisa memberikan perlindungan bagi para investor Singapura.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran
  • Sri Mulyani Tebas Proyeksi Shortfall Pajak jadi Rp30 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengoreksi perkiraan kekurangan (shortfall) penerimaan pajak dari semula Rp50 triliun menjadi Rp30 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (R-APBNP) 2017. Artinya, ada sekitar Rp20 triliun penerimaan pajak yang akan digenjot Sri Mulyani hingga akhir tahun nanti. Menurutnya, peningkatan penerimaan pajak tersebut akan dilakukan dengan cara menyisir kembali kepatuhan dari wajib pajak dari seluruh Kantor Wilayah (Kanwil) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia.

  • Omzet Kurang Rp4,8 Miliar Petani Tebu Dibebaskan dari PPN 10%

Ditektorat Jenderal (Ditjen) Pajak memastikan petani tebu yang beromzet kurang dari Rp4,8 miliar tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 10%. Oleh karena itu, mereka segera mengusulkan penyusunan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menegaskan petani tebu tidak masuk kategori Pengusaha Kena Pajak. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan keputusan itu merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dengan perwakilan petani tebu.

  • Menkeu: Pelaksanaan APBN Semester I-2017 Berjalan Baik

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pelaksanaan APBN pada semester I-2017 menunjukkan kinerja baik dibandingkan periode sama tahun lalu, baik dari sisi pendapatan, belanja dan pembiayaan. Sri Mulyani menjelaskan realisasi penerimaan perpajakan dalam periode ini tumbuh sebesar 9,6% dibandingkan semester I-2016 yang tumbuh negatif 2,5%. Dengan demikian, defisit anggaran hingga semester I-2017 tercatat sebesar 1,29% terhadap PDB atau senilai Rp175,1 triliun. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN