APBN 2024

Banyak Tarik Utang Saat Covid-19, Beban Bunga 2024 Naik 37 Persen

Muhamad Wildan | Rabu, 20 Maret 2024 | 14:00 WIB
Banyak Tarik Utang Saat Covid-19, Beban Bunga 2024 Naik 37 Persen

Slide paparan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

JAKARTA, DDTCNews - Penarikan utang yang tinggi saat pandemi Covid-19 mulai memberikan dampak terhadap kewajiban pembayaran bunga utang.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), bunga utang yang harus dibayar pada Januari - Februari 2024 mencapai Rp69 triliun, naik 37% dibandingkan dengan pembayaran bunga utang pada Januari-Februari 2023.

"Kenaikan itu karena jumlah stok utang kita naik. Jadi, walau yield-nya stabil, tetapi karena stok utangnya naik maka pembayaran bunga utangnya menjadi lebih banyak," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dikutip pada Rabu (20/3/2024).

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Ke depan, Kementerian Keuangan masih akan melakukan mitigasi atas potensi peningkatan bunga utang. Sebab, volatilitas pasar keuangan yang tinggi berpotensi meningkatkan imbal hasil surat berharga negara (SBN).

"Kami akan terus menjaga. Dengan stok utang yang cukup tinggi ini maka beban bunga juga akan terlihat, meski tadi yield kita relatif sangat stabil," kata Sri Mulyani.

Sebagai informasi, defisit anggaran sempat level 3% dari PDB pada 2020 dan 2021. Pada 2020, defisit anggaran tercatat Rp947,69 triliun atau 6,14% dari PDB. Sementara itu, defisit anggaran pada 2021 tercatat Rp775,06 triliun atau 4,57% dari PDB.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Lebih lanjut, pembiayaan utang pada 2020 tercatat Rp1.229,62 triliun. Pada 2021, pembiayaan utang mencapai Rp870,53 triliun. Pembiayaan utang yang tinggi pada akhirnya turut mendorong stok utang dan debt to GDP ratio.

Sebelum pandemi Covid-19, debt to GDP ratio Indonesia kurang lebih hanya sebesar 30%. Akibat tingginya penarikan utang pada 2020 dan 2021, debt to GDP ratio per Desember 2021 tercatat mencapai 40,7%.

Pada akhir 2023, debt to GDP ratio mampu turun menjadi sebesar 38,59% seiring dengan kembali normalnya laju pertumbuhan ekonomi domestik. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja