KETUA UMUM PERKOPPI HERMAN JUWONO:

'Aturan Kita Belum Sederhana'

Redaksi DDTCNews | Jumat, 20 Desember 2019 | 15:01 WIB
'Aturan Kita Belum Sederhana'

Ketua Umum Perkoppi Herman Jowono. (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews—Hanya 2 bulan setelah Kongres Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) XI di Malang, Jawa Timur, 20-23 Agustus 2019, sejumlah konsultan pajak bergerak mendirikan organisasi konsultan baru yang diberi nama Perkoppi (Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia).

Para anggotanya adalah juga anggota IKPI yang sedang dalam proses mengundurkan diri. Dengan terbentuknya organisasi itu, kini terdapat 3 organisasi para konsultan pajak, yaitu IKPI, Perkoppi, dan Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I).

Lalu apa maksud didirikannya Perkoppi? Apakah sekadar barisan sakit hati IKPI, atau mereka memiliki sesuatu yang lain? Apa pula pandangannya mengenai Omnibus Law? Untuk menggali lebih jauh, baru-baru ini DDTCNews mewawancarai Ketua Umum Perkoppi Herman Juwono. Berikut petikannya:

Baca Juga:
Dorong Pembahasan RUU Konsultan Pajak, Asosiasi Perlu Ajak Pemerintah

Apa maksud dan latar belakang didirikannya Perkoppi?
Perkoppi lahir atas permintaan kawula muda konsultan pajak, kaum milenial, yang berpikir perlu wadah atau organisasi profesi yang baru, yang dapat menampung aspirasi tuntutan konsultan pajak milenial, yaitu terus meningkatkan profesionalisme menuju konsultan pajak global.

Profesi konsultan pajak saat ini sangat dibutuhkan oleh wajib pajak dan otoritas pajak. Mereka merasa organisasi profesi yang ada saat ini tidak dapat memenuhi tuntutan mereka. Pelayanannya kurang responsif, dan manajemen tertutup menerima usulan.

Kemudian juga tidak transparan, biaya kursus Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) relatif mahal dan dijadikannya beberapa seminar wajib nasional yang dipusatkan, sehingga konsultan di daerah harus datang ke Jakarta yang tentu membutuhkan biaya transportasi dan akomodasi.

Baca Juga:
Ruston Tambunan Terpilih Jadi Presiden AOTCA Periode 2025-2026

Para konsultan pajak milenial menyampaikan keluhan tersebut kepada para konsultan pajak senior yang reformis untuk mendirikan wadah organisasi baru. Setelah disimak dari peraturan perundangan yang berlaku, Permenkeu No 111, ternyata dimungkinkan pendirian organisasi baru, bukan single bar.

Akhirnya dengan respons dan dukungan para konsultan pajak senior dan pemangku kepentingan, diputuskan pendirian wadah baru dengan nama Perkoppi (Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia), dan mendapat Surat Keterangan Terdaftar pada 18 Oktober 2019 dari Ditjen Pajak (DJP).

Perkoppi selain mempunyai Anggota Tetap, yakni konsultan pajak yang sudah memperoleh izin praktik, juga dapat menerima Anggota Terbatas, yaitu konsultan pajak atau praktisi yang belum bersertifikasi Brevet A,B,C dan belum mempunyai izin praktik.

Baca Juga:
HUT ke-5, Perkoppi Komitmen Dorong Penetapan UU Konsultan Pajak

Anggota Terbatas ini akan dibimbing untuk mengikuti ujian sertifikasi dan mendapatkan izin praktik sehingga menjadi Anggota Tetap. Kian banyak Anggota Tetap, Perkoppi secara tidak langsung telah mendukung tingkat kesadaran dan kepatuhan pajak, dan pada gilirannya meningkatkan tax ratio.

Selain itu, Perkoppi juga menyelenggarakan seminar dan workshop sebagai PPL wajib dengan biaya terjangkau dan akan merintis secara online, Perkoppi akan turut melakukan sosialisasi atas berbagai peraturan perundangan yang baru. Ini yang membedakan Perkoppi dengan assosiasi yang lain.

Oke. Menurut Anda, bagaimana seharusnya relasi antara konsultan pajak, wajib pajak, dan DJP?
Hubungan antara konsultan pajak, Ditjen Pajak atau fiskus dan wajib pajak yang ideal itu adalah ketika setiap pihak mengetahui fungsinya masing-masing. Dari sisi konsultan pajak, yang di tengah, mereka harus profesional, mandiri, tidak berpihak, dan berintegritas tinggi.

Baca Juga:
Resmi! Vaudy-Jetty Terpilih sebagai Ketum dan Waketum IKPI 2024-2029

Sebagai konsultan pajak, maka ketika berhadapan dengan fiskus dalam membantu klien ia harus memahami peraturan perpajakan dan memahami isu pajak klien. Sebaliknya, wajib pajak juga harus sadar, patuh dan membayar pajaknya sesuai dengan peraturan yang ada.

Dari sisi fiskus juga harus profesional, dan dalam menjalankan tugasnya tidak menciptakan situasi yang tidak kondusif bagi dunia bisnis. Kalau itu wajib pajak pebisnis atau pribadi, maka akan timbul kesan buruk dan dicap mejalankan praktik official assessment dan bukan self assessment.

Apabila semua pihak menjalankan fungsinya, maka akan terjadi hubungan yang ideal di antara ketiganya. Memang, dalam praktik masih terjadi pelanggaran yang mengakibatkan hubungan tadi menjadi tidak ideal. Kami sebut itu sebagai oknum.

Baca Juga:
Kunjungi Fakultas Vokasi USU, IKPI Himpun Masukan RUU Konsultan Pajak

Di tengah dinamika lanskap perpajakan global kini, apa yang seharusnya dilakukan konsultan pajak?
Perubahan lanskap perpajakan global ini mau tidak mau harus kita hadapi. Beberapa hal seperti transfer pricing, BEPS (Base Erosion and Profit Shifting), dan perdagangan atau transaksi digital telah menjadi fenomena global, yang turut mengubah lanskap perpajakan global.

Karena itu, peningkatan kemampuan profesional para konsultan pajak baik melalui seminar atau workshop tentu akan menjadi sasaran Perkoppi untuk menghadapi perubahan lanskap tersebut. Kami juga akan mendorong para konsultan pajak untuk terus memperkaya pengalaman dan referensi.

Bagaimana Anda melihat kondisi perpajakan di Indonesia sejauh ini?
Kondisi perpajakan di Indonesia saya kira, problem terbesarnya adalah tax ratio kita masih terbilang rendah dibandingkan dengan negara lain. Padahal, potensi wajib pajaknya cukup besar, tetapi potensi itu belum berbicara karena faktor kesadaran, kepatuhan juga pengawasan yang relatif masih rendah.

Baca Juga:
SP2DK Naik ke Pemeriksaan, DJP Jelaskan Kriteria-Kriterianya

Shortfall penerimaan pajak setiap tahun semakin besar karena target penerimaan yang relatif tinggi, serta adanya kelesuan ekonomi dan investasi akibat faktor ekonomi global yang belum pulih. Perang dagang antara China dan Amerika Serikat masih terjadi, juga faktor aturan kita yang masih belum sederhana.

Sementara itu, di dalam negeri, berbagai pengaturan terkait dengan isu-isu global seperti bisnis e-commerce dan transfer pricing BEPS sampai sekarang juga belum terselesaikan. Karena itu, reformasi perpajakan oleh DJP dan juga Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) harus terus dikawal.

Untuk mengatasi pertumbuhan ekonomi yang lesu serta tumpang tindihnya peraturan tersebut, maka pembenahan yang bisa kita lakukan dalam waktu dekat adalah melalui RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan Perpajakan. Dua omnibus law itu kita harapkan bisa selesai dalam waktu dekat.

Baca Juga:
Jelang Kongres XII IKPI di Bali, DDTCNews Wawancarai Calon Ketua Umum

Apa saran Anda untuk perbaikan sistem perpajakan di Indonesia?
Reformasi perpajakan di DJP dan DJBC harus terus kita kawal dan juga diperbarui dan sesuaikan dengan perkembangan ekonomi domestik dan global. Dinamika perubahan lanskap global itu perlu direspons dengan kebijakan perpajakan kita.

Kemudian juga perlu pembinaan dan penyuluhan kepada wajib pajak, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk meningkatkan kepatuhan mereka. Hal ini sekaligus sebagai upaya ekstensifikasi dan sosialisasi peraturan-peraturan baru mengenai perpajakan. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 05 Desember 2024 | 17:17 WIB RUU KONSULTAN PAJAK

Dorong Pembahasan RUU Konsultan Pajak, Asosiasi Perlu Ajak Pemerintah

Kamis, 24 Oktober 2024 | 08:47 WIB PROFESI KONSULTAN PAJAK

Ruston Tambunan Terpilih Jadi Presiden AOTCA Periode 2025-2026

Jumat, 18 Oktober 2024 | 17:53 WIB PROFESI KONSULTAN PAJAK

HUT ke-5, Perkoppi Komitmen Dorong Penetapan UU Konsultan Pajak

Selasa, 20 Agustus 2024 | 16:00 WIB IKATAN KONSULTAN PAJAK INDONESIA

Resmi! Vaudy-Jetty Terpilih sebagai Ketum dan Waketum IKPI 2024-2029

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201