BERITA PAJAK SEPEKAN

Aturan Baru Penagihan Pajak dan Reorganisasi DJP Terpopuler

Ringkang Gumiwang | Sabtu, 05 Desember 2020 | 08:00 WIB
Aturan Baru Penagihan Pajak dan Reorganisasi DJP Terpopuler

Ilustrasi. Gedung Kementerian Keuangan. (Foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan baru terkait dengan penagihan pajak dan upaya otoritas pajak untuk mengoptimalkan sumber daya manusia dalam pengumpulan pajak melalui reorganisasi Ditjen Pajak (DJP) menjadi berita terpopuler sepanjang pekan ini.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 189/2020 tentang tata cara pelaksanaan penagihan pajak atas jumlah pajak yang masih harus dibayar. Adapun PMK tersebut berlaku sejak 27 November 2020.

Salah satu pertimbangan pemerintah diterbitkannya PMK tersebut antara lain untuk memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan tindakan penagihan pajak dan simplifikasi peraturan perundang-undangan.

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Beleid ini juga untuk menjamin pemenuhan hak dan kewajiban bagi penanggung pajak dan DJP guna pelaksanaan penagihan pajak. Dengan demikian, diperlukan pengaturan mengenai tata cara penagihan pajak yang tepat dan berimbang.

Pertimbangan lainnya, adalah untuk meningkatkan kemudahan, keseragaman pelaksanaan tindakan penagihan pajak. Oleh karena itu, diperlukan penyederhanaan administrasi tindakan penagihan pajak bagi DJP dan penanggung pajak.

Selain itu, ketentuan mengenai tata cara pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank untuk penagihan pajak dengan surat paksa, yaitu KMK 563/KMK.04/2020 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan administrasi perpajakan.

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Berita pajak terpopuler lainnya adalah mengenai reorganisasi DJP. Salah satu bentuk reorganisasi tersebut di antaranya membagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dalam dua kelompok yaitu KPP Pratama Kelompok I dan KPP Pratama Kelompok II.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan pembedaan kelompok KPP Pratama tersebut ditentukan berdasarkan jumlah wajib pajak dan potensi pajak dari wilayah KPP Pratama.

Berdasarkan PMK 184/2020, perbedaan terlihat dari jumlah seksi pengawasan yang dialokasikan. KPP Pratama Kelompok I mendapatkan alokasi seksi pengawasan hingga 6 seksi, sedangkan KPP Pratama Kelompok II mendapatkan 5 seksi pengawasan.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Dengan demikian, KPP Pratama dengan alokasi seksi pengawasan mencapai 6 seksi dinilai memiliki wilayah dengan potensi pajak yang lebih besar ketimbang KPP Pratama Kelompok II yang hanya memiliki 5 seksi pengawasan.

Ketentuan lebih lanjut terkait dengan pembagian dan penetapan tugas seksi pengawasan, baik pada KPP Pratama Kelompok I maupun Kelompok II akan ditetapkan lebih lanjut dalam Keputusan Dirjen Pajak. Berikut berita pajak pilihan sepanjang pekan ini (30 November—4 Desember 2020).

Skema Baru Sanksi Administrasi Berlaku, DJP Susun Ketentuan Pembetulan
Otoritas pajak akan menyediakan ketentuan dan prosedur pembetulan untuk sanksi administrasi pajak yang masih menggunakan skema lama seiring dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 540/2020.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

DJP menyatakan skema sanksi administrasi pajak sudah berubah mengikuti ketentuan dalam UU Cipta Kerja. Beleid itu sejalan mulai berlakunya UU 11/2020 sejak 2 November 2020.

KMK 540/2020 ini berlaku surut terhitung sejak 2 November 2020. Untuk itu, DJP akan membuat regulasi tata cara pembetulan untuk sanksi administrasi yang diterbitkan mulai 2 November 2020 tapi masih menggunakan skema lama, yakni sanksi 2% per bulan.

Dirjen Pajak: Tarif Memang Naik tapi Kami Kurangkan Objeknya
DJP menegaskan penetapan tarif bea meterai baru senilai Rp10.000 telah mempertimbangkan produk domestik bruto dan inflasi serta faktor sosial dan ekonomi masyarakat.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Meski tarif bea meterai naik dari sebelumnya yang hanya sebesar Rp3.000 dan Rp6.000, batas nilai dokumen yang wajib dipungut bea meterai ditingkatkan sehingga dapat meringankan beban banyak masyarakat, terutama UMKM.

Berdasarkan pada ketentuan baru UU 10/2020 tentang Bea Meterai, dokumen yang wajib dilekati meterai adalah dokumen yang memuat nilai uang di atas Rp5 juta. Batasan tersebut meningkat bila dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya.

Berdasarkan UU sebelumnya, dokumen dengan nilai uang senilai Rp250.000 hingga Rp1 juta dikenai bea meterai Rp3.000, sedangkan dokumen dengan nilai uang di atas Rp1 juta wajib dilekati meterai Rp6.000.

Baca Juga:
Dorong Obligasi Daerah, Kemenko Perekonomian Kerja Sama dengan IFC

RUU Pelaporan Keuangan Bisa Naikkan Tax Ratio, Ini Kata Kemenkeu
Kementerian Keuangan menyebut pengaturan pelaporan keuangan melalui Rancangan Undang-Undang tentang Pelaporan Keuangan memiliki potensi mengurangi underground economy, sekaligus meningkatkan rasio pajak (tax ratio).

Kementerian Keuangan menyatakan aktivitas ekonomi yang selama ini tidak terdaftar dalam sistem administrasi pajak Ditjen Pajak diharapkan dapat masuk sehingga berkontribusi bagi penerimaan negara.

Dengan RUU PK, entitas hanya diwajibkan melaporkan satu laporan keuangan yang multipurpose sehingga meminimalkan praktik-praktik entitas yang kerap kali banyak menyusun laporan keuangan dengan isi yang berbeda guna memenuhi tujuan yang berbeda pula.

Baca Juga:
Sertel Kena Suspend, Begini Cara Sampaikan Klarifikasi ke Ditjen Pajak

Apa Saja Insentif Pajak yang Diberikan pada 2021? Ini Kata Kemenkeu
Pemerintah memastikan tetap akan memberikan berbagai insentif pajak pada 2021 untuk membantu dunia usaha pulih dari tekanan pandemi Covid-19.

Kementerian Keuangan menyatakan pemberian insentif pajak tersebut mempertimbangkan berbagai tantangan yang diproyeksi masih ada hingga tahun depan. Penetapan jenis insentif pajak 2021 akan berdasarkan pada evaluasi pemanfaatan pada tahun ini.

Saat ini, pemerintah sudah merilis berbagai insentif pajak yang meliputi PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%, serta percepatan restitusi PPN hingga 31 Desember 2020.

Baca Juga:
DPR Resmi Bentuk 2 Komisi Baru, Membidangi Energi dan Hukum

Kemenkeu Bakal Terbitkan Aturan Baru Soal Dana Bagi Hasil Cukai Rokok
Pemerintah tengah merancang peraturan terkait dengan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (CHT) yang dapat makin mendorong penegakan hukum atas barang kena cukai (BKC) ilegal.

Kementerian Keuangan menyatakan ketentuan baru mengenai CHT akan memberikan porsi yang lebih besar terhadap upaya penegakan hukum. Nantinya, aturan baru itu akan diatur dalam peraturan menteri keuangan.

Pada ketentuan terbaru mengenai DBH CHT tahun depan, pemda didorong melakukan koordinasi aktif dengan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dan aparat penegak hukum guna mengaktifkan penegakan hukum di daerah masing-masing dalam memberantas BKC ilegal.

Untuk diketahui, pemberantasan BKC ilegal merupakan salah satu dari lima program yang didanai dana bagi hasil CHT. Adapun dana tersebut juga digunakan untuk menaikkan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, dan sosialisasi ketentuan cukai. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN