Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyebut terdapat beberapa tantangan yang biasa dihadapi wajib pajak saat hendak mengajukan fasilitas tax allowance.
Fungsional Penyuluh Perpajakan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Ahmad Rif'an mengatakan sudah ada beberapa wajib pajak yang mengajukan fasilitas tax allowance sejak diperkenalkan pada 2019. Menurutnya, masih sering ditemukan wajib pajak belum memahami ketentuan soal tax allowance.
"Ini biasalah karena membaca peraturan terkadang sulit. kadang perusahaan belum paham terhadap syarat-syarat yang harus dipenuhi," katanya, dikutip pada Senin (28/10/2024).
Rif'an mengatakan wajib pajak perlu memahami regulasi dan persyaratan teknis dalam PP 78/2019 sebelum mengajukan tax allowance. Agar mudah memahami ketentuan ini, wajib pajak dapat menghubungi kementerian teknis terkait, kantor pajak, atau Kementerian Investasi/BKPM.
Kedua, tantangan yang juga kerap ditemui yakni wajib pajak tidak melengkapi dokumen yang dipersyaratkan. Padahal, syarat dan dokumen yang dibutuhkan untuk mengajukan fasilitas tax allowance telah diatur dalam PP 79/2019 dan PMK 11/2020 s.t.d.d PMK 96/2020.
"Yang terpenting adalah setelah kita memahami semua terkait dengan peraturannya, dokumen yang dipersyaratkan tentu harus dipastikan lengkap," ujarnya.
Rif'an menjelaskan fasilitas tax allowance diberikan untuk menarik lebih banyak investasi, terutama di sektor-sektor strategis atau daerah-daerah yang belum berkembang.
Fasilitas ini diberikan kepada wajib pajak dalam negeri yang melakukan penanaman modal pada kegiatan usaha utama, baik penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada. Syaratnya, investasi harus dilakukan di bidang-bidang usaha tertentu atau di daerah tertentu.
Fasilitas tax allowance untuk penanaman modal yang memenuhi kriteria memiliki nilai investasi tinggi atau untuk ekspor, memiliki penyerapan tenaga kerja besar, atau memiliki kandungan lokal tinggi.
Fasilitas yang diterima berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang dibebankan selama 6 tahun masing-masing sebesar 5% per tahun. Kemudian, wajib pajak juga dapat memperoleh penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tetap tak berwujud yang diperoleh dalam rangka penanaman modal.
Adapun mengenai pengenaan PPh dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri (WPLN) selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, dikenakan tarif sebesar 10% atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang berlaku. Selain itu, wajib pajak juga bakal memperoleh kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.
Dalam Laporan Belanja Perpajakan 2022 yang diterbitkan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) tertulis nilai belanja perpajakan untuk fasilitas tax allowance berdasarkan PP 78/2019 diestimasi senilai Rp416 miliar. Adapun untuk 2023 dan 2024, nilai belanja perpajakannya diproyeksi masing-masing senilai Rp443 miliar dan Rp332 miliar. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.