IMPLEMENTASI Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak pada 2016 menandai titik awal reformasi perpajakan jilid III di Indonesia. Reformasi perpajakan kali ini berfokus pada perbaikan regulasi dan sistem administrasi perpajakan.
Terkait dengan regulasi, beberapa undang-undang (UU) telah diterbitkan pascapelaksanaan amnesti pajak. Dimulai dengan UU Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Kemudian, adanya pandemi Covid-19 melatarbelakangi penerbitan UU 2/2020.
Setelah itu, hadir UU Cipta Kerja sebagai omnibus law yang memuat perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan UU Pajak Penghasilan (PPh). Perubahan itu dalam bingkai klaster kemudahan berusaha di bidang perpajakan.
Kemudian, kembali menggunakan skema omnibus law, pemerintah dan DPR menyepakati UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Selain mengubah sejumlah UU perpajakan, UU HPP juga memuat Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan kebijakan pajak karbon.
Penyusunan aturan turunan UU HPP masih terus digodok. Implementasi UU HPP juga diperkirakan akan mewarnai dunia perpajakan Indonesia pada 2023. Pada saat bersamaan, reformasi dari sisi administrasi perpajakan juga terus dijalankan.
Reformasi administrasi perpajakan, salah satunya ditandai dengan digitalisasi proses bisnis. Apalagi, pandemi Covid-19 juga telah mengakselerasi penggunaan teknologi dalam berbagai proses bisnis seraya menjalankan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax system.
Bersamaan dengan proses digitalisasi proses bisnis, Ditjen Pajak (DJP) juga terus memperkuat compliance risk management (CRM). Penggunaan business intelligent juga dilakukan untuk membuat sistem administrasi perpajakan lebih baik.
Berbagai aspek dilakukan dalam bingkai reformasi perpajakan Indonesia. Lantas, apa sebenarnya definisi reformasi perpajakan (tax reform)?
REFORMASI perpajakan (tax reform) merupakan proses berkelanjutan yang dilakukan suatu negara untuk terus menyesuaikan sistem pajak dengan perubahan ekonomi, sosial, dan situasi politik. (Owens, 2006).
Berpijak dari definisi tersebut, (Tobing, 2014) dalam buku Tax Policy Challenges in the 21st Century, mengatakan reformasi perpajakan bukanlah suatu kegiatan (event), melainkan proses yang melibatkan variabel ekonomi dan studi tentang pembuatan kebijakan perpajakan.
Merujuk pada Cambridge Business English Dictionary, reformasi perpajakan berarti perubahan atau serangkaian perubahan dalam sistem perpajakan. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi perpajakan agar dapat mencapai tujuan yang ditetapkan (Inter-American Center of Tax Administration, 2017).
Reformasi perpajakan juga dapat berarti proses mengubah cara pengumpulan dan pengelolaan perpajakan oleh pemerintah. Reformasi perpajakan biasa dilakukan untuk memperbaiki administrasi perpajakan atau memberikan manfaat ekonomi atau sosial (Huu Ai dan Denis Ushakov, 2019).
Menurut Huu Ai dan Denis Ushakov, reformasi pajak dapat mencakup pengurangan tarif pajak, membuat sistem pajak lebih progresif atau kurang progresif, atau menyederhanakan sistem perpajakan, dan membuat sistem lebih mudah dipahami atau lebih akuntabel.
Reformasi perpajakan telah banyak dilakukan oleh pemerintah pada berbagai negara di dunia. Reformasi tersebut acap kali bersinggungan dengan sistem pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, atau sistem perpajakan yang berupaya menangani eksternalitas atau kendala tertentu.
Reformasi perpajakan juga dapat mengurangi penggelapan dan penghindaran pajak serta memungkinkan pemungutan pajak yang lebih efisien dan adil. Reformasi perpajakan juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengatasi masalah ketidaksetaraan melalui redistribusi dan perubahan perilaku (Rao, 2014).
Berdasarkan tinjauan reformasi perpajakan yang dilakukan sebagian besar negara berkembang, Shirazi dan Anwar Shah (1991) menyimpulkan terdapat 5 faktor pendorong dilakukannya reformasi perpajakan. Pertama, sistem pajak yang rumit karena sulit untuk dikelola dan dipatuhi.
Kedua, inelastis, yang berarti sistem pajak tidak tanggap terhadap pertumbuhan dan perubahan struktur kegiatan ekonomi. Ketiga, sistem pajak dinilai tidak efisien sehingga menimbulkan distorsi ekonomi yang serius sementara seringkali peningkatan penerimaan relatif kecil.
Keempat, tidak adil seperti memperlakukan individu dan bisnis dalam keadaan serupa secara berbeda. Kelima, tidak adil atau wajar seperti karena administrasi dan penegakan pajak bersifat selektif dan mendukung mereka yang memiliki kemampuan untuk mengalahkan sistem.
Reformasi pajak juga dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai masalah fiskal lain. Selain itu, reformasi pajak juga dapat dimaksudkan untuk menciptakan kebijakan yang lebih baik dan mendukung peningkatan penerimaan, perkembangan industri, dan perkembangan daerah.
Berdasarkan berbagai faktor tersebut, banyak negara telah melakukan reformasi dan mengevaluasi secara kritis sistem perpajakannya. Secara umum, reformasi tersebut ditujukan untuk menjamin sistem pajak yang efisien berdasarkan kelayakan politik dan dapat dipraktikkan secara administratif, serta menghasilkan pendapatan yang memadai dengan distorsi ekonomi yang minimal.
INTINYA, reformasi perpajakan adalah proses berkelanjutan yang dilakukan suatu negara untuk mengubah sistem perpajakannya. Perubahan dilakukan untuk menyesuaikan sistem perpajakan dengan perubahan ekonomi, sosial, dan situasi politik.
Reformasi pajak dapat mencakup pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi perpajakan, penyesuaian tarif pajak, atau penyederhanaan sistem perpajakan, serta penciptaan sistem yang lebih mudah dipahami atau lebih akuntabel.
Perubahan tersebut dilakukan dengan melibatkan variabel ekonomi dan studi tentang pembuatan kebijakan perpajakan. Secara umum, perubahan dalam reformasi pajak ditujukan untuk meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan serta memaksimalkan manfaat ekonomi dan sosial yang dapat dicapai melalui sistem perpajakan. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.