PERPPU NO.1 TAHUN 2017

Antisipasi Kepanikan, Pemerintah Disarankan Lakukan Ini

Redaksi DDTCNews | Kamis, 18 Mei 2017 | 14:02 WIB
Antisipasi Kepanikan, Pemerintah Disarankan Lakukan Ini

JAKARTA, DDTCNews -- Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 dinilai perlu lebih dimatangkan untuk mengantisipasi sekaligus memitigasi berbagai risiko yang mungkin muncul.

Ekonom Sustainable Indonesia Dradjad H. Wibowo menilai sudah sewajarnya Ditjen Pajak mendapat akses terhadap rekening di lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank. Namun, detil dari pelaksanaan Perppu tersebut perlu dimatangkan.

"Jadi substansi Perppu ini memang sudah sewajarnya dijalankan, dan harus dijalankan. Meski demikian, ada beberapa hal yang amat sangat krusial dijaga oleh pemerintah, yaitu mengenai kewenangan yang sangat rawan disalah-gunakan oleh oknum pajak yang nakal," ungkapnya, Rabu (17/5).

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Menurutnya Perppu memberi kewenangan yang luar biasa besar kepada aparat Pajak, ditambah dengan denda program tax amnesty yang sangat besar. Namun, justru mekanisme pengawasan serta check and balance tidak disiapkan, hanya mengikuti mekanisme generik yang ada di Kementerian Keuangan.

Pemilihan Perppu sebagai dasar hukum, bukan Undang-Undang yang normal, bisa menambah efek psikologis negatif. Ini karena DPR hanya punya dua pilihan, menerima atau menolak Perppu. Tidak ada pilihan "memperbaiki berdasarkan masukan masyarakat", tidak ada peluang membangun mekanisme pengawasan serta check and balance.

"Demi kebaikan bersama, AEoI harus kita dukung bersama. Namun yang paling ideal, dasar hukumnya sebaiknya UU yg normal, dengan pembahasan dipercepat supaya bisa kita terapkan 1 Januari 2018. Dengan demikian, masukan dari masyarakat bisa diakomodasikan, mekanisme pengawasan serta check and balance bisa dibangun," tambahnya.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Kondisi itu membuat pemilik rekening keuangan yang lalai dalam perpajakan sangat rawan menjadi korban pemerasan, bahkan risiko praktik KKN juga meningkat tinggi. Hal tersebut terlepas dari kelalaian pemilik rekening dengan sengaja atau tidak, ataupun karena selama ini kurang perhatian terhadap aturan perpajakan.

Dradjad menegaskan kondisi itu berpotensi membuat nasabah keuangan panik, yang seharusnya memang tidak perlu panik, asalkan sudah ikut tax amnesty dengan benar. Ditambah dengan belum adanya perjanjian bilateral dengan Singapura terkait hal ini, risiko kepanikan bisa berubah menjadi risiko pelarian modal.

Namun jika disepakati terdapat 'kegentingan yang memaksa', Dradjad menyarankan agar pemerintah menyusun Peraturan Pemerintah (PP) yang berisi mekanisme pengawasan serta check and balance, untuk mencegah risiko kepanikan. (Amu/Gfa)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:30 WIB SERBA-SERBI PAJAK

Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Jumat, 18 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kinerja Penegakan Hukum Ditjen Pajak selama 1 Dekade Terakhir

Selasa, 08 Oktober 2024 | 11:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Program Business Development Services (BDS) dari DJP?

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN