Ilustrasi. Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai (DJBC). (foto: beacukai.go.id)
JAKARTA, DDTCNews - UU Kepabeanan mengatur pejabat Ditjen Bea Cukai (DJBC) berwenang menolak memberikan pelayanan kepabeanan kepada pengguna jasa yang belum memenuhi kewajiban kepabeanan berdasarkan undang-undang.
Kasubdit Komunikasi dan Publikasi DJBC Tubagus Firman Hermansjah mengatakan pejabat DJBC memiliki kewenangan memutuskan untuk memblokir atau menutup akses kepabeanan yang dimiliki pengguna jasa.
"Ini menjadi salah satu komponen monitoring dan evaluasi karena pemblokiran sendiri merupakan rekam jejak pelanggaran yang tersimpan pada basis data DJBC yang digunakan sebagai salah satu parameter pengawasan," katanya, dikutip pada Rabu (17/11/2021).
Firman menuturkan petugas dapat melakukan penelitian lapangan untuk pengumpulan informasi terkait dengan pemblokiran tersebut. Pemblokiran juga dipakai sebagai salah satu komponen dalam melihat perundang-undang dan evaluasi internal DJBC.
Terdapat 2 macam pelanggaran di bidang kepabeanan yang dapat menyebabkan pemblokiran antara lain pelanggaran administratif berupa tidak menyampaikan dokumen pelengkap pabean atau tidak membayar tagihan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI), serta pelanggaran pidana berupa pengangkutan barang impor yang tidak tercantum dalam manifes dan penyembunyian barang impor dengan melawan hukum.
Menurut Firman, pemblokiran tidak menggugurkan kewajiban pengguna jasa dalam pemenuhan kewajibannya sebagaimana ketentuan yang berlaku. Untuk itu, pengguna jasa harus mengurus pemblokiran tersebut agar dapat kembali dilayani.
Sejumlah syarat untuk pembukaan blokir yakni melakukan perubahan data eksistensi dan susunan penanggung jawab, melakukan perubahan data dalam jangka waktu tertentu berdasarkan hasil penelitian, dan telah aktif melakukan kegiatan kepabeanan.
Dia menjelaskan pembukaan blokir sementara terbatas (PPST) dapat diberikan kepada pengguna jasa kepabeanan yang diblokir akses kepabeanannya, kecuali blokir karena tidak melunasi pungutan negara dalam rangka impor, ekspor, dan cukai.
Dalam hal ini, lanjutnya, pengguna jasa harus mengetahui tools dan jenis blokirnya sehingga dapat mengurus prosedur pembukaan blokir akses kepabeanan.
Kemudian, DJBC juga akan menyampaikan setiap pemblokiran layanan melalui portal Bea Cukai kepada pengguna jasa. Meski demikian, banyak pengguna jasa yang baru mengetahui diblokir setelah dapat nota penolakan.
"Padahal seharusnya setiap sebelum melakukan kegiatan harus mengecek terlebih dahulu di portal Bea Cukai apakah diblokir atau tidak," ujar Firman.
Firman menambahkan pemblokiran akses kepabeanan menjadi salah satu topik yang banyak ditanya pengguna jasa melalui contact center Bravo Bea Cukai 1500225. DJBC mencatat ada sekitar 223.000 pertanyaan yang masuk ke Bravo Bea Cukai pada 2020, yang 11.025 di antaranya mengenai pertanyaan registrasi kepabeanan, termasuk pemblokiran. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.