PERPAJAKAN GLOBAL

Ada Tren Penurunan Tarif PPh Korporasi, di Mana Posisi Indonesia?

Kurniawan Agung Wicaksono | Rabu, 16 Januari 2019 | 18:26 WIB
Ada Tren Penurunan Tarif PPh Korporasi, di Mana Posisi Indonesia?

Perkembangan tarif PPh korporasi. (sumber: OECD)

JAKARTA, DDTCNews – Rata-rata tarif pajak penghasilan untuk korporasi di tingkat global memiliki kecenderungan menurun dalam hampir dua dekade terakhir. Penurunan paling besar terjadi pada negara-negara anggota OECD.

Fakta ini terlihat dalam laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) ‘Corporate Tax Statistics’ edisi pertama. Rata-rata tarif pajak penghasilan (PPh) korporasi (pemerintah pusat dan daerah) pada 94 yurisdiksi turun dari 28,6% pada 2000 menjadi 21,4% pada 2018.

Berdasarkan laporan tersebut, lebih dari 60% dari 94 yurisdiksi memiliki tarif PPh badan lebih besar atau sama dengan 30% pada 2000. Porsi tersebut kemudian menyusut drastis hingga kurang dari 20% yurisdiksi pada 2018.

Baca Juga:
Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Jika membandingkan tarif PPh korporasi antara 2000 dengan 2018, sebanyak 76 yurisdiksi memiliki tarif lebih rendah pada tahun lalu. Selanjutnya, sebanyak 12 yurisdiksi memiliki tarif PPh yang sama dan hanya 6 yurisdiksi yang memiliki tarif PPh lebih tinggi. Pada 2018, sebanyak 12 yurisdiksi tidak memiliki rezim PPh korporasi atau bertarif 0%.

Jika melihat pengelompokan dalam laporan tersebut, kelompok negara-negara OECD memiliki penurunan tarif PPh paling signifikan dari 32,2% pada 2000 menjadi 23,7% pada 2018. Selanjutnya, penurunan diikuti kelompok Afrika dari 34,4% pada 2000 menjadi 27,1%.

Sementara ada penurunan tarif pada masing-masing kelompok, perbedaan antarkelompok masih cukup lebar. Pada 2018, rata-rata tarif PPh kelompok Afrika 27,1%, OECD 23,7%, Asia 18,4%, dan Latin Amerika & Karibia (LAC) 17,9%.

Baca Juga:
Pilihan Hitungan Pajak untuk Pelaku UMKM Setelah Tak Pakai PPh Final

Untuk Indonesia sendiri, pada 2000, tarif PPh wajib pajak badan tercatat sebesar 30%. Pada 2018, tarif sudah turun di level 25%. Tarif yang berlaku hingga saat ini tersebut menempatkan Indonesia pada posisi 37 dari 94 yurisdiksi yang memiliki tarif PPh korporasi tertinggi.

Di tengah penurunan tarif PPh badan yang terjadi, penerimaan pajak dari pos ini masih masih menjadi sumber utama pendapatan negara, terutama negara-negara berkembang. OECD menggarisbawahi penerimaan pajak dari PPh badan dipengaruhi oleh banyak faktor.

“Oleh karena itu, fokus pada tarif menurut undang-undang [headline] dapat menyesatkan,” tulis OECD.

Baca Juga:
Penerapan Pilar 1 Amount A Butuh Aturan yang Berkepastian Hukum Tinggi

OECD memberi contoh ada yurisdiksi yang memiliki lapisan tarif dan berlaku tergantung pada karakteristik korporasi dan pendapatan. Struktur tarif progresif atau berbeda dapat ditawarkan kepada pengusaha kecil dan menengah (UKM). Ada pula pengenaan tarif berdasarkan status residen dan nonresiden.

Ada pula beberapa yurisdiksi yang mengenakan tarif pajak lebih rendah untuk perusahaan yang aktif di zona ekonomi khusus. Faktor lain yang juga berpengaruh pada penerimaan PPh korporasi adalah definisi basis pajak perusahaan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 17 Oktober 2024 | 18:00 WIB CORETAX SYSTEM

Ada Coretax, Semua Bukti Potong Harus Cantumkan NITKU

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:20 WIB BUKU PAJAK

Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 14:00 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Pilihan Hitungan Pajak untuk Pelaku UMKM Setelah Tak Pakai PPh Final

Rabu, 09 Oktober 2024 | 16:17 WIB KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Penerapan Pilar 1 Amount A Butuh Aturan yang Berkepastian Hukum Tinggi

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN