PP 49/2020

Ada Relaksasi Iuran BPJS Ketenagakerjaan, Begini Skemanya

Redaksi DDTCNews | Selasa, 08 September 2020 | 08:50 WIB
Ada Relaksasi Iuran BPJS Ketenagakerjaan, Begini Skemanya

Dirut BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto (kiri). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww.

JAKARTA, DDTCNews—Pemerintah memberikan tambahan kebijakan relaksasi kepada dunia usaha dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.49/2020 tentang penyesuaian iuran BPJS Ketenagakerjaan.

Berdasarkan PP tersebut, tujuan dari beleid ini adalah untuk memberikan perlindungan bagi peserta, kelangsungan usaha dan kesinambungan program BPJS ketenagakerjaan selama pandemi Covid-19.

"Penyesuaian iuran program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pemberi kerja, peserta penerima upah, dan peserta bukan penerima upah tertentu selama penyebaran Covid-19," tulis ketentuan PP No.49/2020 Pasal 3, Selasa (8/9/2020).

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

PP tersebut menawarkan tiga kategori penyesuaian iuran BPJS Ketenagakerjaan yang dapat dimanfaatkan pelaku usaha. Pertama, keringanan iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan iuran JKP.

Kedua, penundaan pembayaran sebagian iuran jaminan pensiun. Ketiga, kelonggaran batas waktu pembayaran iuran JKK, iuran jaminan kematian (JKM), iuran jaminan hari tua (JHT), dan iuran jaminan pensiun (JP) setiap bulan.

Untuk kelonggaran batas waktu pembayaran iuran, pemerintah menetapkan batas akhir pembayaran iuran paling lambat dilakukan pada tanggal 30 bulan berikutnya dari bulan iuran bersangkutan. Sebelumnya batas akhir pembayaran iuran paling lambat disetor pada tanggal 15 setiap bulannya.

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Keringanan iuran JKK diberikan sebesar 99%. Dengan demikian, iuran JKK yang dibayar menjadi hanya 1%. Selanjutnya untuk keringanan iuran jaminan kematian juga diberikan sebesar 99%, sehingga iuran jaminan kematian menjadi 1%. Untuk mendapatkan dua keringanan iuran ini sejumlah syarat harus dipenuhi pemberi kerja.

Syarat tersebut antara lain pemberi kerja, peserta penerima upah dan peserta bukan penerima upah yang terdaftar sebelum Agustus 2020 sudah melunasi iuran JKK dan JKM sampai dengan Juli 2020.

Sementara itu, bagi peserta penerima upah dan peserta bukan penerima upah harus membayar iuran JKK dan JKM untuk dua bulan pertama setelah terdaftar baru kemudian mendapatkan fasilitas keringanan iuran sebagaimana diatur dalam PP No.49/2020. Dengan demikian fasilitas keringanan iuran JKK dan JKM baru berlaku pada bulan ketiga.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

"Mekanisme pemberian keringanan Iuran JKK dan Iuran JKM diberikan secara langsung oleh BPJS Ketenagakerjaan tanpa permohonan," bunyi Pasal 15 PP No.49/2020.

Pemerintah mengatur penundaan pembayaran iuran diberikan setelah pemberi kerja memungut 1% iuran jaminan pensiun dari upah pekerja. Kemudian membayar dan menyetorkan iuran jaminan pensiun yang menjadi kewajiban pemberi kerja sebesar 2% dari upah pekerja.

Sementara sisa 99% iuran jaminan pensiun sisanya bisa dilunasi secara langsung atau bertahap yang dimulai paling lambat pada 15 Mei 2021 dan sisa iuran diselesaikan paling lambat pada 15 April 2022.

Periode relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan melalui PP No.49/2020 ini berlaku pada iuran Agustus 2020 sampai dengan iuran BPJS Ketenagakerjaan pada Januari 2021. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?