Laman depan dokumen PMK 190/2022.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengubah ketentuan mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan PMK 190/2022 untuk mengubah ketentuan pengeluaran barang impor untuk dipakai yang selama ini diatur dalam PMK 228/2015. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan pengawasan dan pelayanan barang impor.
"Untuk lebih mengoptimalkan pengawasan dan pelayanan barang impor untuk dipakai serta mengakomodasi pengaturan impor barang digital, sehingga PMK 228/PMK.04/2015 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai perlu diganti," bunyi salah satu pertimbangan PMK 190/2022, dikutip pada Selasa (20/12/2022).
Pasal 2 PMK 190/2022 menyatakan peraturan ini mengatur mengenai ketentuan tata cara pengeluaran barang impor untuk dipakai dari kawasan pabean, tidak termasuk tempat penimbunan berikat, kawasan pabean di kawasan ekonomi khusus, dan kawasan pabean di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
Pasal yang sama juga mengatur tata cara pengeluaran barang impor untuk dipakai dari tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penumbunan sementara (TPS); serta tempat penimbunan pabean (TPP) atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP.
Selain mengatur pengeluaran barang impor untuk dipakai, PMK 190/2022 juga mengatur tata cara penyelesaian kewajiban pabean atas impor barang tidak berwujud, seperti produk peranti lunak (software) dan barang digital lainnya yang ditransmisikan secara elektronik. Pada aturan yang lama, ketentuan soal pengeluaran barang impor untuk dipakai belum mencakup barang tidak berwujud.
Meski demikian, ketentuan dalam PMK ini tidak meliputi tata cara pengeluaran barang impor untuk dipakai berupa barang pindahan; barang yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas; serta barang kiriman yang kewajiban pabeannya diselesaikan dengan menggunakan pemberitahuan pabean selain pemberitahuan impor barang (PIB).
Beleid ini juga tidak mencakup tata cara pengeluaran barang impor untuk dipakai berupa barang yang mendapatkan pelayanan segera (rush handling); barang impor tertentu yang ditetapkan oleh dirjen seperti bantuan bencana alam dalam kondisi tanggap darurat; serta barang impor lain yang tata cara pengeluarannya diatur tersendiri dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Pengeluaran barang impor untuk dipakai dilakukan dengan menggunakan PIB. PIB ini dibuat untuk setiap dokumen kontrak pengangkutan seperti bill of lading atau airway bill dalam inward manifest atau pemberitahuan pabean pengangkutan lainnya. Dalam hal barang impor untuk dipakai berupa tenaga listrik, barang cair, atau gas, yang pengangkutannya dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa, pengeluaran barang tersebut dapat dilakukan menggunakan dokumen pelengkap pabean setelah mendapatkan persetujuan kepala kantor pabean.
"Setelah pengeluaran barang impor untuk dipakai ... importir wajib menyampaikan PIB berkala," bunyi Pasal 3 ayat (4) PMK 190/2022.
Pasal 4 beleid tersebut kemudian menjelaskan importir harus membuat PIB berdasarkan dokumen pelengkap pabean dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor (PDRI) yang terutang. Importir perlu menyampaikan PIB ini melalui sistem komputer pelayanan (SKP) ke kantor pabean yang mengawasi tujuan akhir pengangkutan barang.
Penyampaian PIB dilakukan sebelum atau setelah pengangkut menyampaikan inward manifest atau pemberitahuan pabean pengangkutan lainnya. Dalam hal pengurusan PIB tidak dilakukan oleh importir, importir dapat menguasakannya kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK).
Apabila SKP mengalami gangguan operasional, PIB dapat disampaikan secara tertulis atau melalui media penyimpan data elektronik seperti compact disk dan flashdisk ke kantor pabean yang mengawasi tujuan akhir pengangkutan barang.
Terhadap pengeluaran barang impor untuk dipakai, ditetapkan jalur pengeluaran barang impor. SKP atau pejabat Bea dan Cukai bakal menetapkan jalur pengeluaran barang impor untuk dipakai berdasarkan manajemen risiko, berupa jalur merah dan jalur hijau.
Importir atau PPJK wajib menyampaikan dokumen pelengkap pabean yang digunakan sebagai dasar pembuatan PIB ke kantor pabean, dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai ditetapkan jalur merah atau jalur hijau.
Kemudian, penyampaian dokumen pelengkap pabean atas pengeluaran barang impor untuk dipakai yang ditetapkan jalur hijau dilakukan dalam hal terdapat permintaan dokumen pelengkap pabean oleh pejabat pemeriksa dokumen.
Sementara itu, dalam hal diperlukan untuk penelitian dokumen, pejabat pemeriksa dokumen dapat meminta tambahan dokumen pelengkap pabean. Pejabat pemeriksa dokumen akan menyampaikan permintaan dokumen pelengkap pabean dan/atau tambahan dokumen pelengkap pabean kepada importir atau PPJK melalui SKP, sarana komunikasi elektronik, atau surat.
"Ketentuan mengenai permintaan dokumen pelengkap pabean dan tambahan dokumen pelengkap pabean ... dikecualikan terhadap importir berstatus AEO atau MITA kepabeanan," bunyi Pasal 6 ayat (5) PMK 190/2022.
Pada saat PMK 190/2022 berlaku, PIB yang telah mendapatkan nomor pendaftaran sebelum berlakunya PMK ini dan belum mendapatkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB), dilakukan pemrosesan sesuai dengan ketentuan dalam PMK 228/2015. Sedangkan pada PIB yang telah diajukan sebelum berlakunya PMK 190/2022 dan belum mendapatkan nomor pendaftaran sampai dengan PMK berlaku, dilakukan pemrosesan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam PMK ini.
Ketentuan mengenai petunjuk teknis dalam pelaksanaan pengeluaran barang impor untuk dipakai ditetapkan oleh dirjen bea dan cukai. Pada saat PMK 190/2022 mulai berlaku, PMK 228/2015 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
PMK 190/2022 mulai berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan pada 15 Desember 2022. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.