Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menegaskan ketentuan tentang daluwarsa penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan yang diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam laman resminya, Ditjen Pajak (DJP) menyebut penegasan ketentuan daluwarsa tindak pidana perpajakan diatur dalam Pasal 40 UU KUP, khususnya bagian penjelasan. Penegasan ini diberikan untuk memberi kepastian hukum terkait dengan waktu perbuatan pidana perpajakan tidak dapat dilakukan penanganan pidana atau penyidikan.
“Jika dalam jangka waktu 10 tahun sejak terutangnya pajak, atas wajib pajak tidak dilakukan proses penyidikan, … DJP tidak memiliki hak lagi untuk melakukan penanganan pidana di bidang perpajakan atas wajib pajak tersebut,” demikian penjelasan DJP, dikutip pada Minggu (24/10/2021).
Pasal 40 UU KUP yang dimuat dalam UU HPP menyatakan tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dilakukan penuntutan setelah lampau waktu 10 tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
Berdasarkan pada bagian penjelasan, pengaturan jangka waktu 10 tahun sebagai daluwarsa penuntutan tindak pidana perpajakan dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum bagi wajib pajak, penuntut umum, dan hakim.
Masih berdasarkan pada bagian penjelasan, yang dimaksud dengan penuntutan dalam pasal ini adalah penyampaian surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau kepada terlapor.
Apabila disandingkan dengan ketentuan terdahulu, bunyi Pasal 40 KUP tidak jauh berbeda. Sebelumnya, Pasal 40 UU KUP menyatakan tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
Namun, dalam ketentuan sebelumnya, penjelasan Pasal 40 UU KUP belum menjabarkan mengenai yang dimaksud dengan penuntutan. Sebab, penjelasan yang diberikan lebih kepada menguraikan alasan diaturnya daluwarsa pajak serta alasan penetapan jangka waktu 10 tahun.
Berdasarkan pada penjelasan terdahulu, pengaturan daluwarsa tindak pidana di bidang perpajakan juga dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum bagi wajib pajak, penuntut umum, dan hakim.
Sementara itu, jangka waktu 10 tahun tersebut untuk menyesuaikan dengan daluwarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan sebagai dasar perhitungan jumlah pajak yang terutang, yakni selama 10 tahun.
Dengan demikian, perubahan Pasal 40 UU KUP dalam UU HPP berupa penegasan ketentuan. Namun, tidak ada perubahan terkait dengan jangka waktu daluwarsa penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.