Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews—Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) meminta pemerintah membatalkan rencana pemungutan cukai terhadap minuman kemasan berpemanis guna mendukung pelaku usaha menghadapi pandemi virus Corona.
Ketua Asrim Triyono Prijosoesilo menilai kebijakan social distancing telah menyebabkan penjualan minuman ringan turun dalam dua bulan terakhir. Menurutnya pengenaan cukai akan memperberat beban pelaku industri untuk terus berproduksi.
"Kami yakin pemerintah pasti melihat itu karena kebijakan pemerintah kan ingin mendukung industri bertahan. Harapan kami pemerintah memikirkan ulang pengenaan cukai," katanya kepada DDTCNews, Sabtu (23/5/2020).
Triyono mengatakan pandemi virus Corona telah menyebabkan penjualan minuman ringan turun berkisar 20 hingga 40% sejak Maret. Adapun minuman lain seperti soda dan teh kemasan mengalami tekanan paling berat.
Dia menjelaskan 70% hasil produksi industri minuman ringan dijual pada jalur tradisional, yakni pasar, toko kelontong, dan warung. Untuk itu, kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat berimbas pada penurunan penjualan produk.
Alhasil, lanjut Triyono, target pertumbuhan penjualan minuman ringan sebesar 4% tahun ini sulit tercapai. Dia khawatir pengenaan cukai akan memperburuk kinerja penjualan minuman ringan karena harga jual menjadi lebih mahal.
Misal, pada teh botolan, minuman berkarbonasi atau soda, dan minuman berenergi. Apalagi, kinerja penjualan minuman ringan pernah tercatat tumbuh negatif, seperti pada 2017 yang anjlok di level minus 1%.
“Mudah-mudahan Covid ini menjadi momentum bagi pemerintah melihat kembali kebijakan cukai minuman berpemanis. Bila pengenaan cukai minuman manis dilanjutkan, akan menjadi pukulan besar untuk industri," ujarnya.
Untuk diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewacanakan pengenaan cukai minuman berpemanis untuk menurunkan prevalensi diabetes dan obesitas sekitar Rp1.500- Rp2.500 per liter tergantung jenis produk minuman. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
untuk ini harus dikembalikan lagi pada konsep "tepat sasaran", harus dipastikan memang yang benar-benar terdampak yang bisa dimaklumi. Harus match juga antara implementasi dan realitanya sehingga tidak ada ketimpangan atau gap dalam penerapannya