Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pengusaha kena pajak (PKP) perlu kembali memperhatikan ketentuan tentang penerbitan faktur pajak. Pemerintah kembali merilis aturan baru, Perdirjen Pajak PER-11/PJ/2022 yang merevisi aturan lama, PER-03/PJ/2022.
Topik tentang faktur pajak ini kembali meramaikan lini masa pemberitaan selama sepekan terakhir.
Beleid tersebut terbit sejak 4 Agustus 2022, tetapi seluruh aturan di dalamnya baru berlaku per 1 September 2022 mendatang. Sejak PER-11/PJ/2022 terbit hingga berlaku sepenuhnya, ketentuan dalam PER-03/PJ/2022 masih berlaku.
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2022 turut memuat aturan transisi atas faktur pajak atas penyerahan kepada PKP pembeli yang melakukan pemusatan PPN.
Bila BKP/JKP diserahkan di tempat terutang yang dipusatkan yang berada di kawasan tertentu yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut atau selain di kawasan tersebut dan identitas PKP pembeli yang dicantumkan sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) atau ayat (3) PER-03/PJ/2022, faktur pajak dinyatakan memenuhi ketentuan pengisian identitas pembeli.
"... merupakan faktur pajak yang memenuhi ketentuan pengisian keterangan berupa identitas pembeli BKP atau penerima JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak," bunyi Pasal 38A PER-11/PJ/2022.
Ketentuan transisi pada Pasal 38A ini berlaku atas faktur pajak yang dibuat sejak 1 April 2022 sampai dengan sebelum berlakunya PER-11/PJ/2022. Artikel lengkapnya, baca Aturan PER-11/PJ/2022 Berlaku Bulan Depan, Simak Ketentuan Transisinya.
Topik lain yang cukup menyita perhatian publik adalah Ditjen Pajak (DJP) yang kembali aktif mengirimkan surat elektronik (email) kepada wajib pajak.
Lewat email, otoritas mengingatkan wajib pajak bahwa seluruh layanan dan pelaksanaan tugas pada institusi tersebut tidak dipungut biaya alias gratis.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan wajib pajak dapat terlibat dalam mewujudkan DJP sebagai institusi bersih dari korupsi serta menjadi birokrasi bersih melayani.
"Segera laporkan jika menemui pegawai DJP yang meminta dan/atau menerima barang/uang/fasilitas atau apa pun dari wajib pajak melalui kanal Whistleblowing System DJP," katanya.
Whistleblowing system sebenarnya sudah berjalan sejak 2012 berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-11/PJ/2011. Sistem itu digunakan sebagai bagian dari upaya menciptakan tata kelola yang baik.
Dengan whistleblowing system, DJP dapat melakukan pencegahan dan deteksi dini atas pelanggaran yang mungkin dilakukan di lingkungan DJP.
Dalam email blast tersebut, dijelaskan wajib pajak melakukan pengaduan langsung melalui helpdesk Direktorat Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur. Apa saja kanal pengaduannya? Simak artikel lengkapnya, Kirim Email Blast ke WP, DJP Sosialisasikan Whistleblowing System.
Selain 2 artikel di atas, masih ada sejumlah pemberitaan yang ramai dibicarakan netizen. Berikut adalah 5 artikel DDTCNews terpopuler dalam sepekan yang sayang untuk dilewatkan:
1. Aturan Ini Tak Berlaku Jika PKP Pembeli Pusatkan PPN di KPP Pratama
Masih soal aturan baru tentang faktur pajak, ketentuan pencantuman nama, NPWP, dan alamat pada Pasal 6 ayat (6) PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022 hanya berlaku jika pembeli merupakan PKP yang melakukan pemusatan PPN pada KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya.
Apabila penyerahan BKP/JKP dilakukan kepada pembeli yang melakukan pemusatan PPN terutang di KPP Pratama, ketentuan pencantuman nama, NPWP, dan alamat dalam faktur pajak dilakukan sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) atau ayat (3) PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022.
"Pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yaitu pemusatan … di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya," bunyi Pasal 6 ayat (7).
2. Catat! Pajak Masukan dalam Faktur Telat Upload Tak Dapat Dikreditkan
Faktur pajak harus diunggah tepat waktu agar PPN yang tercantum dalam faktur tersebut dapat dikreditkan sebagai pajak masukan oleh PKP pembeli.
Jika faktur pajak terlambat diunggah, tanggal pada faktur pajak harus diubah agar faktur pajak dapat dilakukan pengunggahan sesuai dengan batas waktu pada PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022.
"Setelah faktur pajak ter-upload, PKP pembeli dapat mengkreditkan sepanjang memenuhi ketentuan umum pengkreditan pajak masukan," tulis DJP.
Sesuai dengan Pasal 18 PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022, faktur pajak harus diunggah ke aplikasi e-Faktur dan memperoleh persetujuan DJP paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah faktur dibuat.
3. Lanjutkan Tren Positif, Neraca Dagang Indonesia Surplus US$4,23 Miliar
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2022 kembali mengalami surplus senilai US$4,23 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan surplus tersebut berasal dari ekspor US$25,57 miliar dan impor US$21,35 miliar. Menurutnya, neraca perdagangan yang mencetak surplus telah terjadi dalam 27 bulan terakhir secara berturut-turut.
"Kalau kita lihat tren ke belakang, neraca perdagangan Indonesia ini surplus selama 27 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," katanya.
4. Uang Rupiah Kertas Tahun Emisi 2022 Diluncurkan, Ini Pesan Sri Mulyani
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) resmi meluncurkan 7 pecahan uang rupiah kertas tahun emisi 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rupiah bukan sekadar mata uang, melainkan juga menggambarkan perjalanan bangsa Indonesia. Menurutnya, setiap lembaran rupiah juga memuat berbagai narasi mengenai kebangsaan.
"Sudah selayaknya rupiah sebagai alat pembayaran yang sah harus dihormati dan dibanggakan oleh kita semua," katanya.
Sri Mulyani menuturkan perjalanan rupiah telah dimulai sejak 30 Oktober 1946, ketika uang Republik Indonesia disahkan dan berlaku. Momen itu menandai babak baru bagi Indonesia setelah mencapai kemerdekaan.
Menurutnya, setiap lembaran rupiah juga memiliki semangat di sisi keberagaman dan persatuan dari bangsa Indonesia. Dengan rupiah, ia juga meyakini Indonesia akan mampu bangkit menuju negara maju.
5. Pengajuan NPWP Non-Efektif Perlu Lampirkan Surat Pernyataan Bermeterai
Wajib pajak orang pribadi yang mengajukan status NPWP Non-Efektif (NE), baik secara elektronik atau tertulis, perlu melampirkan Surat Pernyataan Wajib Pajak NE. Selain itu, wajib pajak perlu juga melampirkan dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa wajib pajak memenuhi kriteria pengajuan WP NE.
Perlu dicatat, Surat Pernyataan Wajib Pajak NE perlu dibubuhi meterai. Hal ini disampaikan kembali oleh Ditjen Pajak (DJP) saat merespons pertanyaan netizen di media sosial.
"Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU 10/2020, dokumen yang bersifat perdata seperti surat pernyataan beserta rangkapnya harus dibubuhkan meterai," cuit @kring_pajak. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.