Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Ditjen Pajak Bonarsius Sipayung. (Tangkapan Youtube Tax Update: PPN atas PMSE/Humas FEB UI)
JAKARTA, DDTCNews - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyebut ditetapkannya ketentuan perpajakan bagi pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) pada UU No. 2/2020 beserta turunannya tidak terlepas dari hikmah dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 210/2018.
Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Bonarsius Sipayung mengatakan DJP mengambil banyak hikmah dari PMK No. 210/2018. Dari PMK tersebut, DJP akhirnya belajar pentingnya komunikasi dan timing yang tepat dalam penetapan suatu regulasi.
"PMK itu lahir pada saat yang salah dengan cara yang salah, lalu pengaturannya juga kurang tepat karena yang diatur e-commerce dalam negeri saja sedangkan yang di luar tidak. Ini kesalahan yang kami perbaiki," ujar Bonarsius, seperti dikutip Jumat (17/7/2020).
PMK No. 210/2018 terbit pada 31 Desember 2018 di tengah Pilpres 2019. PMK itu diterbitkan dengan urgensi untuk menciptakan level playing field antara usaha konvensional dengan usaha e-commerce.
PMK tersebut secara isi sesungguhnya hanya penegasan, tidak ada tarif, objek, dan subjek pajak yang berbeda bagi e-commerce. Meski demikian, tetap saja PMK No. 210/2018 mendapat penolakan yang besar dari masyarakat dan berujung dicabutnya PMK tersebut melalui PMK No. 31/2019.
Belajar dari kasus itu, Bonarsius mengatakan kesalahan tersebut diperbaiki dengan menegaskan perlakuan pajak bagi pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) luar negeri terlebih dahulu dengan menerbitkan UU No. 2/2020.
"Sekarang kami atur yang dari luar sana. Ini yang bahaya ketika orang luar leluasa masuk ke pasar kita tanpa bayar pajak, sedangkan orang sini bayar pajak. Oleh karena itu, PMK 48/2020 ini sangat baik dan UU No. 2/2020 kontennya sangat relevan untuk masa sekarang," ujar Bonarsius.
Meski demikian, Bonarsius mengakui DJP memang masih memiliki PR untuk menciptakan level playing field antara pelaku usaha konvensional dan digital domestik. "Pajaknya ya seharusnya sama, jangan sampai karena sistem usahanya beda terus pajaknya dikecilkan," katanya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
#MariBicara berkenaan dengan terbitnya PMK 210 Tahun 2018 yang terbilang premature ini dapat dicaounter oleh DJP dengan diterbitkannya PMK 31 Tahun 2019. Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat diminati oleh survetor Luar Negeri karena Indonesia dapat mewakili tidak hanya ASEAN tetapi juga level Asia. Langkah otoritas pajak dengan pemerintah sudah membaik dengan diterbitkannya UU Nomor 2 Tahun 2020 ini. Mengingat banyak badan usaha maupun marketplace Luar Negeri yang pembelinya berasal dari Indonesia. #MariBicara alangkah lebih baik dalam rangka perluasan basis pajak, DJP bekerja sama dengan asosiasi industry tertentu dan kelompok-kelompok usaha untuk menentukan subjek, objek dan tarif pajak dari sumber-sumber penghasilan yang terjadi pada Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE)