JAKARTA, DDTCNews – Tren global perubahan lanskap perpajakan yang didorong oleh berbagai reformasi pajak kini semakin intens. Tak ayal, sistem pajak yang dikenal sebelum 2020 dan saat ini telah jauh berbeda.
Reformasi pajak dinilai merupakan jawaban atas persoalan ekonomi fiskal yang timbul dan semakin dipertegas dengan adanya pandemi. Di Indonesia, reformasi pajak yang telah dilakukan mencakup berbagai aspek.
Mulai dari aspek peraturan, seperti UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, hingga digitalisasi administrasi pajak. Lantas, bagaimana tantangan dan tren perpajakan pada masa mendatang?
- Pajak dan Digital
Perkembangan digital membawa beberapa tantangan baru. Pertama, sistem pajak yang belum optimal dalam mengimbangi kecepatan perkembangan model bisnis perusahaan digital.
Kedua, prinsip destination principle dalam pengenaan PPN atas impor produk digital yang sulit diterapkan karena tidak berwujud dan sulit tempat pemanfaatannya.
Ketiga, strategi untuk menjamin kepatuhan para pelaku usaha di sektor digital domestik khususnya e-commerce.
- Urgensi Mengedepankan Kepastian Pajak
Tren perpajakan tidak bisa lepas dari perubahan drastis sektor perpajakan selama 2020-2021. Perubahan drastis tersebut bisa menyebabkan kepastian pajak berpotensi tergerus karena akan memberikan implikasi.
Dalam hal ini, setidaknya terdapat 4 hal yang perlu diperhatikan. Pertama, perubahan membutuhkan pemahaman wajib pajak. Kedua, ketersediaan ketentuan teknis secara cepat (tepat waktu).
Ketiga, arah sistem pajak yang lebih sulit diprediksi. Keempat, risiko dari timbulnya sengketa perpajakan.
- Derasnya Arus Informasi
Informasi menjadi ‘komoditas’ yang berharga untuk tujuan apa pun, tak terkecuali di sektor pajak. Arus informasi di sektor pajak menjadi kunci bagi 3 dimensi, yaitu kaitannya bagi kepatuhan, literasi pajak, serta mengantisipasi era informasi asimetris yang baru.
- Meningkatnya Tax Bargaining
Dalam rangka menjaga keseimbangan antara berbagai prinsip pajak, terdapat 3 faktor yang perlu menjadi perhatian pemangku kepentingan di sektor pajak. Pertama, mengedepankan pendekatan berbasis akademik (ilmiah).
Kedua, perumusan sistem pajak yang ideal harus mempertimbangkan situasi. Ketiga, perlunya panduan bagi publik mengenai proses dan keterlibatan dalam perumusan sistem pajak.
- Pentingnya Tax Control Framework (TCF)
Dalam suatu perusahaan, manajemen risiko merupakan hal yang penting. Bukan hanya sebagai instrumen pelaksanaan, melainkan juga untuk menekan risiko yang kemungkinan akan terjadi pada suatu perusahaan.
Upaya tersebut dapat diterapkan melalui tax control framework (TCF). TCF ini merupakan sistem pengendalian internal yang digunakan untuk memastikan keakuratan dan kelengkapan SPT dan laporan pajak lainnya.
Dengan kata lain, TCF sangat diperlukan agar internal wajib pajak dapat meminimalkan kekeliruan dan memitigasi risiko-risiko pajak.
Jadi, bagaimana stakeholder mengantisipasi tantangan-tantangan tersebut? Apakah ada contoh nyata untuk setiap tantangan dan tren perpajakan pada masa mendatang? Baca selengkapnya buku Desain Sistem Perpajakan Indonesia hanya di perpajakan.ddtc.co.id. (rig)