BANGLADESH

4 Operator Seluler Tersangkut Utang Pajak Rp6,5 Triliun

Redaksi DDTCNews | Selasa, 01 November 2016 | 11:55 WIB
4 Operator Seluler Tersangkut Utang Pajak Rp6,5 Triliun

DHAKA, DDTCNews – Baru-baru ini sengketa pajak perusahaan telekomunikasi kembali mencuat menjadi perbincangan publik. Pasalnya, berdasarkan data yang dimiliki pemerintah, 4 operator telepon seluler yang didukung pihak asing ini memiliki tunggakan pajak yang jika ditotal mencapai US$500 juta atau Rp6,5 triliun.

Sementara itu, pihak perusahaan tersebut menyangkal, dan mengatakan kalau utang pajak mereka diperkirakan hanya sekitar 0 sampai dengan US$ 50 juta (Rp652 miliar).

Para pakar analis telekomunikasi memperingatkan bahwa permasalahan ini dapat memberikan tekanan buruk terhadap industri telekomunikasi yang merupakan sumber pendapatan utama pemerintah Bangladesh.

Baca Juga:
Ada Pungutan Pajak Baru, Ekspor Bawang ke Bangladesh Menyusut Tajam

“Industri telekomunikasi menjadi tumpuan pendapatan negara ini. Pendapatan pajaknya US$1,43 miliar (Rp18,6 triliun) pada 2015, namun hingga sengketa hukum ini memasuki tahun ke-4 belum juga terdapat penyelesaiannya,” ungkap pernyataan resmi dalam Economictimes, Minggu (30/10).

Kasus ini mulai meledak pada 2012, di mana 4 perusahaan tersebut terdiri dari anak perusahaan Norwegian Telenor Grameen Phone, Orascom Mesir Telecom Banglalink, Robi, perusahaan gabungan Malaysia-Jepang Robi Axiata Ltd, anak perusahaan Bharti Airtel India.

Di lain pihak, Pemerintah Bangladesh mengatakan perusahaan-perusahaan tersebut melanggar hukum dengan menjual SIM cards lama tanpa pemberitahuan kepada mereka. Kemudian atas penjualan tersebut perusahaan tidak membayarkan pajaknya sejak Juli 2009 hingga Desember 2011.

Baca Juga:
Menang Sengketa Pajak, Perusahaan Rokok Bawa Pulang Rp2,1 Triliun

Selain itu, berdasarkan dokumen legal dalam kasus tersebut, para pembuat kebijakan pemerintah juga menuduh bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah menyembunyikan informasi pelanggan untuk menutupi permasalahannya.

Hingga saat ini, baik pemerintah maupun otoritas pajak menolak untuk memberikan komentar, sementara itu kasus ini masih dikaji oleh pengadilan.

Sebagian besar dari 128 juta pelanggan telepon genggam di Bangladesh merupakan pelanggan dari satu di antara ke-4 perusahaan telepon seluler yang terlibat dalam sengketa pajak tersebut.

Baca Juga:
Mulai 1 Januari 2022, Pembayaran PPN Harus Dilakukan Online

Abu Saeed Khan, seorang ahli telekomunikasi Bangladesh mengatakan tidak terpecahkannya masalah ini akan mengakibatkan perusahaan-perusahaan telekomunikasi dan para investor menjadi lebih waspada untuk membangun jaringan telepon seluler di pedesaan.

“Kepercayaan bisnis sedang menurun. Para pembuat kebijakan Asia tidak mengerti bagaimana memajaki perusahaan-perusahaan telekomunikasi secara efektif, dan pada akhirnya akan memungut pajak lebih banyak” jelasnya. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra