Anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Penoban Lestari membersihkan tumbuhan liar di sekitar tanaman kopi di lahan bekas kebakaran yang telah ditumbuhi belukar di Hutan Kemasyarakatan (HKM), kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), Sungai Penoban, Tanjung Jabung Barat, Jambi, Minggu (12/5/2024). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat anggaran yang telah dibelanjakan oleh pemerintah pada 2016 hingga 2022 untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim telah mencapai US$37,9 miliar atau kurang lebih Rp569 triliun.
Bila dirata-rata, total anggaran yang dibelanjakan oleh pemerintah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim pada setiap tahunnya mencapai Rp81,3 triliun per tahun atau 3,5% dari total belanja pada APBN.
"Itu sudah cukup bagus dibanding negara lain yang masih 2% atau di bawahnya. Jadi, ini sudah cukup bagus untuk pemerintah Indonesia dalam menangani program iklim," ujar Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Boby Wahyu Hernawan, dikutip Kamis (30/5/2024).
Secara lebih terperinci, belanja tersebut terdiri dari belanja mitigasi perubahan iklim senilai Rp332,84 triliun, belanja adaptasi perubahan iklim senilai Rp214,2 triliun, dan belanja yang memiliki fungsi mitigasi sekaligus adaptasi (co-benefit) senilai Rp22,4 triliun.
Mitigasi perubahan iklim adalah kebijakan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial melalui kegiatan penurunan emisi gas rumah kaca, sedangkan adaptasi perubahan iklim adalah kebijakan untuk mengurangi kerugian akibat perubahan iklim sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan sektor-sektor yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
"Sebenarnya tidak ada patokan angka yang ideal [terkait porsi anggaran untuk belanja perubahan iklim], cuma memang best practice beberapa negara itu masih ada yang di bawah 2% dan sebagainya," ujar Boby.
Meski belanja anggaran Indonesia yang terkait perubahan iklim pada setiap tahunnya sudah mencapai 3,5% dari APBN, jumlah tersebut tidaklah cukup. Pasalnya, kebutuhan pendanaan aksi mitigasi berdasarkan BUR-3 pada 2018 hingga 2030 mencapai Rp4.002,44 triliun atau Rp307,88 triliun per tahun. Artinya, setiap tahunnya APBN baru bisa memenuhi 14% dari kebutuhan pendanaan mitigasi perubahan iklim.
Mengingat isu perubahan iklim dipandang sebagai global public goods yang menjadi tanggung jawab semua pihak, Boby mengatakan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tidak bisa hanya didanai oleh APBN saja. Diperlukan pendanaan dari swasta dan juga lembaga pembangunan internasional untuk menghambat perubahan iklim.
"Pemerintah tetap menjadi katalisator utama untuk upaya-upaya ini, makanya dari sisi pembiayaan pemerintah selalu menginisiasi berbagai hal untuk dapat menarik keterlibatan para pihak yang lain. Pemerintah sebagai motor utama dengan melibatkan para pihak yang lain," ujar Boby. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.