PERMINTAAN PENJELASAN

Wuih, Jumlah Permintaan Penjelasan dari DJP ke Wajib Pajak Melesat 35%

Muhamad Wildan | Jumat, 01 Januari 2021 | 06:01 WIB
Wuih, Jumlah Permintaan Penjelasan dari DJP ke Wajib Pajak Melesat 35%

Kantor pusat Ditjen Pajak. (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mencatat produksi Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) pada 2019 mencapai 3,35 juta SP2DK.

Jumlah SP2DK yang diproduksi DJP pada 2019 lebih tinggi bila dibandingkan dengan SP2DK yang diproduksi pada 2018. Pada 2018, SP2DK yang diproduksi DJP hanya sebanyak 2,48 juta. Dengan demikian, terdapat pertumbuhan produksi SP2DK sebanyak 34,97% dalam 1 tahun.

"SP2DK adalah surat yang diterbitkan kantor pelayanan pajak (KPP) untuk meminta penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada wajib pajak terhadap dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan..," tulis DJP dalam Laporan Tahunan DJP 2019, dikutip Selasa (29/12/2020).

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Sejalan dengan itu, DJP juga mencatat peningkatan jumlah wajib pajak yang menerima SP2DK. Pada 2018, ada 1,44 juta wajib pajak yang menerima SP2DK pada tahun pajak tersebut. Pada 2019, jumlah wajib pajak yang menerima SP2DK mencapai 1,88 juta wajib pajak, tumbuh 30,81%.

Meski demikian, nilai realisasi SP2DK pada 2019 tercatat lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2019, nilai realisasi SP2DK tercatat mencapai Rp122,04 triliun, lebih rendah dari 2018 yang mencapai Rp122,86 triliun.

Belum dapat dipastikan apakah pada tahun 2020 akan terdapat peningkatan penerbitan SP2DK dari DJP. Meski demikian, pengusaha sempat mengeluhkan banyaknya penerbitan SP2DK di tengah pandemi Covid-19 tahun ini.

Baca Juga:
Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

"Bahkan yang pada saat pandemi seperti sekarang ketika usaha jelas sangat drop, DJP justru gencar mengirimkan SP2DK," ujar Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat Hipmi Ajib Hamdani pada November 2020.

Menanggapi klaim pengusaha tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan dengan makin banyaknya data yang diperoleh DJP, maka akan ada tindak lanjut dari KPP melalui pengiriman SP2DK, konseling, dan kegiatan rutin lainnya.

"Fungsi DJP kan harus tetap berjalan juga, sepanjang wajib pajak telah melaksanakan kewajiban pajaknya dengan benar, mestinya tidak perlu ada kekhawatiran," ujar Hestu pada November 2020. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

07 Januari 2021 | 21:55 WIB

bgmn ga kawatir, wp di posisi benar aj bs jadi salah diputarbalik oleh org2 pajak. contoh kasus : toko A sbg pemungut PPN beralamat di jln sudirman no 1. bln depan toko A pndh ke alamat jln diponegoro no. 25, namun toko A blm memperbaiki alamat pada laporan pajaknya. pembeli yg restitusi PPN tsb malah ditolak restitusinya dan malah disuruh bayar denda krn salah memasukkan data. lha si toko A yg pndh, mmgnya si toko A wajib lapor pada semua pembelinya? toko A yg pndh, kok pembeli yg dibebani & disanksi? mau coba ajukan keberatan/banding? ga bakal menang bosss. akhirnya? terima nasib aj lahir di negara tercinta ini.

01 Januari 2021 | 10:52 WIB

Setuju dan benar apa yang disampaikan oleh Bapak Hestu Yoga Saksama, padahal baru dugaan kekhawatiran KPP dengan penerbitan SP2DK itu menimbulkan kecemasan baru bagi wajib pajak yang taat apalagi wajib pajak tidak taat dan ini justru terjadi disaat pandemi covid-19 menghantui semua sektor usaha, begitu banyak pencapaian target yang telah dirancang oleh perusahaan tidak terpenuhi, kondisi saat ini perusahaan bisa membeli bahan baku, bisa membayar listrik dan membayar upah buruh, gaji karyawan sudah sangat luar biasa rasa syukurnya walaupun posisi laporan triwulan terus merugi.. yo mbok ngertio gitu lho dirjen pajak.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:30 WIB KPP MADYA DUA BANDUNG

Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar