Gedung Kementerian Keuangan. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews—Pemerintah berjanji segera mengkaji masukan dari pelaku usaha maupun World Bank mengenai penerapan skema pajak final untuk usaha konstruksi dan real estate.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam acara webinar bertajuk ‘Sinergi Untuk Percepatan Pemulihan Sektor Perubahan’. Namun, ia belum memerinci lebih jauh mengenai skema pajak final tersebut.
"Kami mendengar beberapa masukan untuk PPh sektor konstruksi. Kami akan diskusikan, kami akan segera lakukan pendalaman soal itu," katanya dalam sebuah webinar, Rabu (29/7/2020).
Untuk diketahui, World Bank mengusulkan penghapusan skema tarif pajak final pada sektor konstruksi dan real estat karena dinilai sebagai penyebab tingkat kepatuhan sektor konstruksi dan real estat paling rendah dibandingkan dengan sektor lainnya.
World Bank merekomendasikan skema pajak final usaha konstruksi dan real estate tersebut dikembalikan seperti rezim PPh badan yang berlaku umum.
Dalam webinar yang diikuti pelaku usaha konstruksi dan real estat tersebut, Suahasil juga menawarkan insentif pajak yang menjadi bagian dari program pemulihan ekonomi nasional. Nilai insentif tersebut mencapai Rp120,61 triliun.
Konstruksi dan real estate termasuk dalam klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang bisa memanfaatkan empat insentif pajak sekaligus, yakni PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah, pembebasan PPh Pasal 22 impor, potongan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30%, serta restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat.
"Moga-moga ini menjadi insentif bagi dunia usaha untuk maju," ujar Suahasil. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Kok mirip perlakuannya dgn kelompok SME (omset ,4,8M p.a) .. Bisnis kontruksi sangat rumit dan kompleks dlm laporan keuangan. Tentu klo mo diterapkan PPh final artinya sdh gak ada lagi kompensasi kerugian (amortisasi) .. bagi Investor besar memang agak mriang...tentu. Namun klo pengenaan tarif efektifnya berkisa 4%-6% dari omset yg akan dipotong pemberi jasa ,,ok saja. Namun sebaiknya skema diteliti dlm cor bisnis sejenis... jgn terlalu rendah lah.