KEPATUHAN PAJAK

Sudah Dapat Data Rutin, Ini Permintaan DJP ke Wajib Pajak

Redaksi DDTCNews | Rabu, 09 Desember 2020 | 13:01 WIB
Sudah Dapat Data Rutin, Ini Permintaan DJP ke Wajib Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo. (Foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) meminta WP untuk patuh secara sukarela karena membayar pajak sudah menjadi kewajiban yang melekat bagi yang sudah memiliki penghasilan.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan kepatuhan sukarela dengan membayar pajak sudah menjadi kewajiban yang tidak bisa dihindari. Menurutnya, otoritas saat ini sudah dibekali data yang mumpuni untuk melakukan uji kepatuhan.

"Kami ingin meningkatkan kepastian hukum dan tidak usaha masyarakat di 'oyak-oyak' atau dikejar orang pajak," katanya dalam acara Sosialisasi Klaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan, Senin (7/12/2020).

Baca Juga:
Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Suryo menegaskan lahirnya UU No.11/2020 menjadi momentum DJP mengurangi upaya penegakan hukum. Pola baru kerja otoritas ke depan adalah pengawasan kepatuhan wajib pajak dan melakukan penegakan hukum secara proporsional.

Oleh karena itu, skema sanksi administrasi diubah dalam UU Cipta Kerja dengan basis suku bunga acuan dan tingkat kesalahan wajib pajak. Dia menyebutkan biaya untuk patuh bagi wajib pajak akan lebih murah ketimbang berlarut-larut terlibat dalam sengketa.

Mantan Staf Ahli Menkeu bidang Kepatuhan Pajak itu menyebutkan salah satu contoh modal otoritas dalam uji kepatuhan sudah mumpuni adalah informasi rutin dari lembaga keuangan.

Baca Juga:
Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Modal data laporan keuangan tersebut akan digunakan otoritas dengan selektif untuk memastikan kewajiban perpajakan dilakukan secara tepat dan benar.

"Kami ingin kurangi aktivitas penegakan hukum karena jauh lebih murah ongkosnya. Pajak itu sudah tidak dapat dihindari karena sekarang sudah ada data," ungkap Suryo.

Ia menambahkan dengan adanya perubahan skema sanksi administrasi akan memfokuskan kerja otoritas untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan sukarela.

Baca Juga:
Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Menurutnya, otoritas akan menelusuri setiap potensi ketidakpatuhan sambil meningkatkan jumlah aktivitas ekonomi yang masuk dalam sistem administrasi perpajakan.

"Kami hendak bawa aktivitas ekonomi masuk ke dalam sistem. kalau layer [sektor usaha] ini sudah patuh kami masuk ke layer berikutnya dan seterusnya," imbuhnya.

Sebagai informasi, UU Cipta Kerja mengatur skema baru sanksi administrasi pajak berupa bunga dan imbalan bunga. Untuk tarif bunga akan lebih rendah jika wajib pajak segera melakukan koreksi atas kesalahan dalam pelaporan.

Baca Juga:
Tingkatkan Penerimaan Pajak, Indonesia Perlu Perdalam Sektor Keuangan

Basis menghitung sanksi berupa bunga ditetapkan berdasarkan tingkat suku bunga yang diterbitkan setiap bulan melalui keputusan menteri keuangan (KMK) terkait tarif bunga sebagai dasar penghitungan sanksi bunga dan pemberian imbalan bunga.

Besaran sanksi bunga tersebut ditambah uplift factor sesuai dengan tingkat kesalahan wajib pajak dan dibagi 12. Uplift factor tersebut mulai dari 0% sampai dengan 15% tergantung pada tingkat kesalahan wajib pajak dan tersebar pada beberapa pasal.

Selain mengubah besaran sanksi administrasi berupa bunga, UU Cipta Kerja juga mengubah besaran imbalan bunga yang diberikan kepada wajib pajak. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

09 Desember 2020 | 19:35 WIB

Untuk meningkatkan penerimaan negara memang diperlukan suatu effort baik dari sisi DJP maupun Wajib Pajak. Perkembangan ini pun menjadi langkah awal yang bagus untuk memulai reformasi perpajakan di Indonesia.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:30 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Senin, 23 Desember 2024 | 10:00 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Jumat, 20 Desember 2024 | 17:00 WIB PENERIMAAN PAJAK

Tingkatkan Penerimaan Pajak, Indonesia Perlu Perdalam Sektor Keuangan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?