KEBIJAKAN FISKAL

Soal Defisit APBN, Begini Saran SBY ke Presiden Jokowi

Dian Kurniati | Jumat, 08 Januari 2021 | 16:15 WIB
Soal Defisit APBN, Begini Saran SBY ke Presiden Jokowi

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/10/2019). (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/hp)

JAKARTA, DDTCNews - Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuliskan sejumlah masukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional dari pandemi Covid-19, termasuk dalam menekan defisit APBN.

SBY melalui akun Facebook-nya menulis pelebaran defisit APBN telah menyebabkan utang pemerintah melonjak. Menurutnya, permasalahan utang yang serius itu hanya bisa tertangani secara bertahap asal defisit anggarannya kecil dengan mengurangi belanja.

"Kalau tahu penerimaan negara jauh berkurang karena pemasukan dari pajak juga terjun bebas, ya kendalikan pembelanjaan negara," katanya pada laman Facebook-nya, seperti dikutip Jumat (8/1/2021).

Baca Juga:
Sri Mulyani Ungkap APBN Defisit Rp309,2 Triliun hingga Oktober 2024

SBY mengatakan pengelolaan fiskal akan menjadi tantangan utama pemerintah di tengah pandemi Covid-19. Menurutnya, utang pemerintah saat ini sudah sangat tinggi sehingga harus dikontrol secara ketat dan serius.

Walaupun rasio utang terhadap PDB masih tergolong aman, SBY menilai persoalan utang saat ini sudah terlalu membebani APBN. Berdasarkan hitungannya, pemerintah harus mengalokasikan 40% APBN untuk membayar pokok dan bunga utang.

"Persoalannya terletak pada kemampuan pemerintah untuk membayar utang itu (capability to pay) yang dirasakan sudah sangat mencekik," sambung SBY.

Baca Juga:
Defisit Anggaran 2024 Tetap Ditarget 2,7 Persen, DJP Bakal Full Force

Sebagai langkah awal pengendalian defisit APBN, SBY menyarankan Presiden Joko Widodo lebih disiplin dalam berbelanja, termasuk menunda proyek dan pengadaan strategis. Meski ada Perpu No. 1/2020, defisit sebaiknya tidak berlebihan dari yang diatur UU Keuangan Negara, yakni 3%.

SBY memberikan ilustrasi mengenai perekonomian Indonesia periode 1960-an yang jatuh pada titik terendah. Menurutnya, kejatuhan itu akibat pemerintah yang tidak pandai mengontrol belanja seperti pepatah, 'besar pasak daripada tiang'.

Oleh karena itu, dia menyarankan agar pengendalian belanja negara bisa dilakukan segera. "Pemimpin dan pemerintahan yang bijaksana tentu tidak akan mewariskan masalah dan beban yang sangat berlebihan kepada pemerintahan-pemerintahan berikutnya," katanya.

Pada 2020, pemerintah memperlebar defisit APBN hingga Rp956,3 triliun atau 6,09% terhadap PDB. Adapun pada tahun ini, defisit anggaran ditargetkan mengecil menjadi 5,7%. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

08 Januari 2021 | 22:41 WIB

Adalah hal baik jika pak SBY memberi masukan mengenai defisit APBN yang terjadi. Itu artinya, walaupun sudah lengser dari jabatannya sebagai presiden, ia tetap memperhatikan keadaan negara ini dengan serius. Dan adalah hal penting untuk mendengar masukan dari siapapun untuk terus memperbaiki keadaan, walau pada akhirnya penyelesaian masalah dilakukan dengan cara yang berbeda. Mengenai defisit anggaran ini, pak Jokowi sudah seharusnya bijak dalam mengambil langkah. Capability to pay harus disesuaikan dengan maksimal. Maka dari itu perlu memperhatikan APBN agar jangan sampai defisit (apalagi terlalu jauh). Hal itu bukan hanya sebagai bukti bahwa pak jokowi bekerja dengan baik dalam masa jabatannya. Tetapi juga agar tidak memberatkan pada presiden periode berikutnya.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 September 2024 | 08:37 WIB KINERJA FISKAL

Defisit Anggaran 2024 Tetap Ditarget 2,7 Persen, DJP Bakal Full Force

Selasa, 13 Agustus 2024 | 10:47 WIB KINERJA FISKAL

APBN Catatkan Defisit Rp93,4 Triliun hingga Juli 2024

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak