UU CIPTA KERJA

Skema Baru Sanksi Administrasi Bakal Dorong Kepatuhan Wajib Pajak

Muhamad Wildan | Kamis, 19 November 2020 | 15:07 WIB
Skema Baru Sanksi Administrasi Bakal Dorong Kepatuhan Wajib Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam acara Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja Bidang Perpajakan, Kamis (19/11/2020). (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) optimistis skema baru sanksi administrasi pajak pada UU KUP, yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja, akan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan skema sanksi administrasi pajak pada UU KUP sebagaimana diubah melalui Pasal 113 UU 11/2020 akan mendorong wajib pajak untuk membetulkan kesalahannya sendiri secara mandiri sesuai dengan sistem self assessment.

“Sanksi memang cost tapi dibuat tidak terlalu tinggi. Kami berupaya untuk mendorong wajib pajak lebih taat dan melakukan pembetulan sebelum kami melakukan pemeriksaan," ujar Suryo dalam acara Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja Bidang Perpajakan, Kamis (19/11/2020).

Baca Juga:
Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Suryo menceritakan sanksi bunga yang dikenakan kepada wajib pajak, yang secara sukarela melakukan pembetulan sebelum diperiksa oleh fiskus, hanya akan dikenai sanksi per bulan sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor sebesar 5% dibagi 12.

Bila ketidakbenaran ditemukan oleh otoritas pajak melalui pemeriksaan, sanksi yang dikenakan adalah sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor sebesar 10% dibagi 12. Bila ketidakbenaran diungkapkan setelah diperiksa, sanksi yang dikenakan adalah sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor sebesar 15% dibagi 12.

"Semuanya masih di bawah 2%. Salah satu konteks UU Cipta Kerja ini kan bagaimana kami mendorong kepatuhan dengan cara yang lebih murah sanksinya," ujar Suryo.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Tarif sanksi yang dikenakan atas pengungkapan ketidakbenaran dalam konteks tindak pidana perpajakan juga dibuat makin rendah. Apabila wajib pajak mengungkapkan ketidakbenaran setelah pemeriksaan bukti permulaan, sanksi yang dikenakan melalui UU Cipta Kerja hanya sebesar 100%, tidak 150% seperti yang berlaku pada UU KUP sebelum direvisi melalui Pasal 113 UU No. 11/2020.

Lebih lanjut, sanksi yang dikenakan guna menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan juga dikurangi, dari sanksi denda sebesar 4 kali dari pajak yang kurang dibayar menjadi hanya 3 kali lipat dari pajak yang kurang dibayar.

"Ini bukan kami meng-empower pelaku pidana. Mereka banyak yang mau membayar sanksi tapi kemahalan. Pada waktu bukti permulaan kena 150% plus utang pajak ujungnya mereka tidak mampu. Ini jadi salah satu pemahaman kami bagaimana meningkatkan kepatuhan ke depan agar wajib pajak tidak mengulangi perbuatannya," jelas Suryo. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

23 November 2020 | 19:12 WIB

kalo sanksi diringankan apakah semakin patuh?

19 November 2020 | 16:35 WIB

seharusnya selain pemberian sanksi juga harus diberi kepastian hukum dan kemudahan dalam membayar, setor, lapor pajak sehingga tidak perlu adanya denda sanksi dikemudian hari

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?