KAMUS PAJAK

Memahami Arti Penagihan Pajak

Redaksi DDTCNews | Kamis, 17 Oktober 2019 | 16:22 WIB
Memahami Arti Penagihan Pajak

TIDAK sedikit wajib pajak yang belum memahami apa itu yang dimaksud dengan penagihan pajak. Karena ketidaktahuan wajib pajak atau ketidaktersediaan dana untuk membayar, tagihan pajak seringkali dibiarkan begitu saja.

Padahal, dalam prosedur penagihan pajak seorang penunggak pajak dapat disandera bahkan disita hartanya apabila tidak menghiraukan prosedur-prosedur awal dari penagihan pajak. Untuk itu, pemahaman mengenai penagihan pajak sangat penting diketahui untuk mengantisipasi risiko yang tidak diinginkan.

Apa Itu Penagihan Pajak?

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Secara sederhana, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya. Pengertian lebih lengkapnya diatur dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 jo. Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP).

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita.

Dalam membahas penagihan pajak, perlu dipahami pula apa yang dimaksud dengan penanggung pajak. Pengertian penanggung pajak sendiri diatur dalam Pasal 1 angka 28 UU No. 6 Tahun 1983 jo. UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Baca Juga:
Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP

Penanggung pajak diartikan sebagai orang atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Mengingat istilah yang digunakan dalam penagihan pajak adalah penanggung pajak, dalam hal ini dimungkinkan satu wajib pajak memiliki beberapa penanggung pajak. Adapun penagihan pajak sendiri terdiri dari beberapa tindakan, baik yang bersifat pasif dan aktif.

Penagihan Pajak Pasif

Baca Juga:
Otoritas Ini Usulkan Perubahan Aturan Pencegahan WP ke Luar Negeri

Pada tahap penagihan pajak yang bersifat pasif, otoritas pajak hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat sejenis yang menyebabkan pajak terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, otoritas pajak hanya memberitahukan kepada wajib pajak bahwa terdapat utang pajak.

Pada dasarnya, otoritas pajak akan melakukan proses penagihan pajak jika pajak terutang tidak dilunasi sampai dengan jatuh tempo. Oleh sebab itu, jadwal jatuh tempo ini menjadi sangat krusial. Misalnya, untuk tagihan pajak yang jatuh tempo satu bulan sejak tanggal suatu produk hukum diterbitkan.

Pasal 9 ayat (3) UU KUP mengatur Surat Tagihan Pajak (SPT), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan (SK) Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan.

Baca Juga:
Kejaksaan Bantu Pemkab Pulihkan Keuangan Daerah Rp9,8 Miliar Tahun Ini

Selain itu, Pasal 9 ayat (3a) UU KUP juga mengatur bahwa wajib pajak usaha kecil dan wajib pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan satu bulan di atas dapat diperpanjang paling lama menjadi dua bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Dengan kata lain, jika dalam jangka waktu tertentu sejak diterbitkannya STP atau surat sejenis, wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya, maka otoritas pajak akan melakukan penagihan aktif setelah sebelumnya diberikan teguran atau peringatan terlebih dahulu.

Surat Teguran

Baca Juga:
Tagih Utang PBB, Kejaksaan Berhasil Kumpulkan Rp767 Juta dari WP

Surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran biasanya disampaikan secara langsung oleh juru sita meskipun menurut ketentuan dapat dikirim melalui Pos atau jasa ekspedisi.

Perlu dipahami, surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak sebelum jatuh tempo pembayaran. Untuk itu, setelah menerima tagihan pajak, wajib pajak dianjurkan untuk mengajukan angsuran atau penundaan pembayaran pajak apabila belum mempunyai dana untuk membayar tagihan tersebut.

Permohonan untuk mengangsur atau menunda ini juga dapat mencegah dilakukannya penagihan pajak yang bersifat aktif dari otoritas pajak. Surat teguran ini diterbitkan setelah tujuh hari lewat dari saat jatuh tempo pembayaran.

Baca Juga:
Lakukan Penagihan, KPP Sampaikan Surat Paksa kepada Wajib Pajak

Penerbitan Surat Paksa dan Penagihan Aktif

Setelah mendapat surat teguran, proses penagihan pajak berlanjut dengan diterbitkan surat paksa dan penagihan aktif. Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Pasal 12 PMK No. 24//PMK.03/2008 mengatur apabila jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 21 hari sejak tanggal disampaikan surat teguran, surat paksa diterbitkan oleh pejabat dan diberitahukan secara langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak.

Menurut Pasal 8 UU PPSP, surat paksa diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis; terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Baca Juga:
Update 2024, Apa Itu Pengembalian PPN untuk Turis Asing?

Penagihan seketika dan sekaligus merupakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran pajak. Penagihan pajak juga meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Tujuannya penagihan jenis ini adalah untuk mencegah terjadinya utang pajak yang tidak bisa ditagih. Jika saat dilakukan penagihan seketika dan sekaligus wajib pajak belum membayar, maka juru sita pajak akan menunggu hingga tanggal jatuh tempo.

Penyitaan dan Pelelangan

Setelah menerima surat paksa, dalam waktu 30 hari kemudian harta penanggung pajak dapat disita dan dilelang. Proses menuju pelelangan aset penanggung pajak ini diatur dalam PMK No.24//PMK.03/2008. Pertama, jika setelah lewat waktu 2x24 jam sejak surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak, pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

Baca Juga:
Kejar Target Penerimaan Pajak Daerah, Pemda Optimalkan Penagihan

Kedua, jika setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat melakukan pengumuman lelang. Ketiga, jika setelah lewat waktu 14 hari sejak pengumuman lelang, penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat melakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang negara.

Perlu diingat semua rangkaian penagihan pajak di atas dimulai dengan surat teguran. Juru sita akan melakukan penagihan aktif sesuai dengan urutan penagihan aktif. Oleh sebab itu, supaya tidak dilakukan proses penagihan aktif, sebaiknya wajib pajak menghindari penerbitan surat teguran, yakni dengan membayar pajak sebelum jatuh tempo atau mengajukan permohononan angsuran atau penundaaan pembayaran pajak.

Pencegahan dan Penyanderaan

Baca Juga:
Apa Itu PPh Pasal 29?

Selain yang telah disebutkan di atas, masih terdapat tindakan penagihan lainnya apabila wajib pajak tergolong sebagai wajib pajak tidak patuh dan tidak beritikad baik kepada otoritas pajak yakni melalui pencegahan dan penyanderaan. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Kesaturan Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Pencegahan dan penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

21 Agustus 2020 | 09:11 WIB

Tulisan ringkas padat dan jelas mudah dipahami

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP

Minggu, 22 Desember 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN GIANYAR

Kejaksaan Bantu Pemkab Pulihkan Keuangan Daerah Rp9,8 Miliar Tahun Ini

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember