UNIVERSITAS BUNDA MULIA

Mahasiswa Jangan Ketinggalan Update Soal Reformasi Pajak Internasional

Redaksi DDTCNews | Jumat, 06 Desember 2024 | 14:21 WIB
Mahasiswa Jangan Ketinggalan Update Soal Reformasi Pajak Internasional

Tax Expert, CEO Office DDTC Atika Ritmelina Marhani dalam kuliah umum perpajakan bertajuk The International Tax Landscape: Challanges and Impact on Indonesian Business yang digelar oleh Prodi Akuntansi Universitas Bunda Mulia (UBM), Jumat (6/12/2024).

JAKARTA, DDTCNews - Mahasiswa yang mempelajari ilmu akuntansi perpajakan perlu meng-update dirinya dengan informasi dan pemahaman mengenai isu perpajakan internasional. Imbauan itu bukan tanpa alasan. Kebijakan pajak global saat ini bergulir secara dinamis dengan mengikuti pola perilaku bisnis di tataran internasional yang terus-menerus berubah.

Pesan tersebut disampaikan oleh Tax Expert, CEO Office DDTC Atika Ritmelina Marhani dalam kuliah umum perpajakan bertajuk The International Tax Landscape: Challenges and Impact on Indonesian Business yang digelar oleh Prodi Akuntansi Universitas Bunda Mulia (UBM), Jumat (6/12/2024).

Menurut Atika, siapa pun yang berkecimpung di dunia pajak perlu memiliki konsistensi untuk memperbarui pemahaman diri mengenai kebijakan pajak terkini, baik di level domestik atau global.

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Apalagi, imbuhnya, era digital kini turut mengubah dan menggeser praktik administratif perpajakan di seluruh dunia. Tanpa ada pemahaman yang memadai mengenai sistem pajak internasional, praktisi pajak tidak akan punya pandangan luas dalam mengatasi sebuah masalah yang dihadapi.

"Standar, hukum, dan panduan pajak internasional akan terus berubah. Sebagai mahasiswa akuntansi perpajakan, mahasiswa harus dapat beradaptasi dengan perubahan rezim yang signifikan tersebut," kata Atika.

Dalam paparannya, Atika turut menjabarkan perkembangan kebijakan pajak internasional yang begitu dinamis dalam 1 abad terakhir. Dia mengungkapkan, ketentuan pajak internasional yang saat ini berlaku disusun berdasarkan kesepakatan pada 1920-an.

Baca Juga:
Otoritas Ini Usulkan Perubahan Aturan Pencegahan WP ke Luar Negeri

Berkaitan dengan pembagian alokasi hak pemajakan dalam tax treaty, mengacu pada ketentuan yang berlaku berpuluh-puluh tahun, negara sumber tidak dapat mengenakan pajak atas suatu penghasilan tanpa adanya kehadiran fisik.

"Padahal, dalam era ekonomi digital saat ini, digitalisasi membuat perusahaan multinasional dapat beroperasi pada suatu negara tanpa kehadiran fisik. Kelemahan ketentuan dalam tax treaty tersebut memunculkan celah penghindaran pajak," kata Atika.

Celah penghindaran pajak, ungkapnya, di antaranya timbul karena ketentuan hak pemajakan yang mensyaratkan kehadiran fisik. Apabila mengacu pada prinsip dalam tax treaty yang dibentuk 100 tahun lalu, negara sumber sebagai lokasi perusahaan multinasional memperoleh laba usaha dari proses bisnis yang terdigitalisasi tidak akan mendapatkan hak pemajakan.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

"Artinya, globalisasi dan digitalisasi membuat ketentuan yang telah dibentuk sejak 100 tahun lalu tersebut tidak dapat lagi mengakomodasi pemajakan internasional atas kegiatan ekonomi lintas yurisdiksi yang semakin terintegrasi," ujar Atika.

Lebih lanjut Atika menjelaskan ketentuan yang mensyaratkan adanya kehadiran fisik di suatu negara sumber agar negara sumber memperoleh hak pemajak sudah tidak lagi relevan, utamanya di rezim ekonomi digital saat ini.

Kesadaran mengenai relevansi ketentuan pemajakan digital dalam Rencana Aksi 1 BEPS Project yang dirilis oleh OECD bersama negara-negara G20 pada akhirnya melahirkan suatu rezim baru dalam sistem pajak internasional, yang dikenal dengan Two-Pillar Solution atau Solusi 2 Pilar pada Oktober 2021.

Baca Juga:
Negara Ini Bebaskan Pajak untuk Pengusaha Beromzet hingga Rp1 Miliar

Secara terperinci, Solusi 2 Pilar terdiri atas Pilar 1 dan Pilar 2.

Pilar 1 bertujuan untuk meredistribusi hak pemajakan yang lebih adil bagi negara-negara pasar/negara sumber penghasilan. Sementara Pilar 2, mencakup ketentuan Global Anti-Base Erosion (GloBE) dan Subject to Tax Rule (STTR) yang menjadi solusi untuk mengurangi kompetisi pajak, sekaligus melindungi basis pajak melalui penerapan tarif minimum PPh badan secara global.

"Jelas ya ada perubahan rezim pajak internasional yang tengah berlangsung saat ini, atau kita sebut reformasi pajak global. Bukan hanya di satu atau beberapa negara saja yang terdampak. Namun, ini adalah fenomena sejarah yang dampaknya itu dirasakan oleh seluruh dunia," tutup Atika.

Baca Juga:
Taiwan Bakal Berikan Insentif Kredit Pajak untuk WP yang Investasi AI

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Program Studi Akuntansi UBM Devica Pratiwi menilai mahasiswa perlu mempelajari pajak internasional yang bergerak sangat dinamis. UBM pun berupaya memfasilitasi mahasiswa mempelajari pajak internasional dengan mendatangkan praktisi pajak, bahkan dari luar negeri.

Dia berharap kuliah umum tentang pajak internasional ini dapat menambah wawasan dan motivasi mahasiswa untuk berkarier di bidang pajak.

"Semoga kegiatan ini bisa memberikan wawasan, ilmu, dan tambahan motivasi. Siapa tahu nanti ada peserta di sini yang menjadi konsultan pajak," katanya.

Baca Juga:
Tingkatkan Kesehatan Masyarakat, Negara Ini Kaji Pengenaan Cukai Garam

DDTC Bagikan Buku Gratis!

Bagi peserta kuliah umum hari ini, jangan lewatkan kesempatan untuk mendapatkan buku terbitan DDTC. DDTC akan membagikan buku Konsep Dasar Pajak: Berdasarkan Perspektif Internasional secara gratis kepada 5 peserta acara. Kelima penerima buku akan dipilih berdasarkan komentar terbaik dalam artikel berita yang dibagikan oleh moderator saat acara berlangsung.

Caranya, scroll ke bagian bawah berita ini. Temukan kolom komentar yang terletak tepat di bawah badan berita. Kemudian, isikan komentar terbaik Anda mengenai berjalannya acara, khususnya yang berkaitan dengan topik pembahasan dalam kuliah umum ini.

Baca Juga:
Layanan Pajak Bisa Dimonitor Realtime, Coretax Pangkas Biaya Kepatuhan

Sebagai informasi, buku yang dibagikan hari ini merupakan cetakan kedua. Sebanyak 1.000 buku cetakan pertama April 2024 telah diterima banyak pihak, termasuk pemerintah, anggota DPR, pelaku usaha, karyawan swasta, konsultan pajak, akademisi, hingga mahasiswa.

Buku ini ditulis oleh Founder DDTC Darussalam dan Danny Septriadi bersama dengan Tax Expert, CEO Office DDTC Atika Ritmelina Marhani. Buku ini sangat penting sebagai bekal awal setiap orang yang ingin berkecimpung atau mendalami dunia pajak. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

DECARLOS HERVYAN 06 Desember 2024 | 15:37 WIB

pembahasan nya sangat menarik mengenai perkembangan pajak internasional di masa depan

NABILA FELICITA ZULKIFLI 06 Desember 2024 | 15:33 WIB

Informasinya sangat berguna terutama dalam mengedukasi dan mempersiapkan mahasiswa dalam menghadapi masa depan digital taxation. Meski masih terdapat banyak keterbatasan dan tantangan dalam penerapan aktualnya, setidaknya insight kami semakin diperluas dan menjadi lebih aware tentang apa yang akan berubah di kemudian hari.

Puspa Mahardika 06 Desember 2024 | 15:33 WIB

Terimakasi Bu Atika selaku perwakilan DDTC, materi yang dibawakan sangat mudah dipahami dan menambah wawasan tentang pajak internasional dan peraturan tentang BEPS & update tentang pajak di negara indonesia seperti apa. Tidak menyesal mengikuti mata kuliah umum hari ini sangat bermanfaat

Ester Ke 06 Desember 2024 | 15:32 WIB

Yang saya dapat dari materi seru hari ini adalah Lanskap perpajakan internasional semakin kompleks akibat globalisasi dan digitalisasi, terutama dengan implementasi kebijakan seperti Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) serta Pilar 1 dan 2 dari OECD. Tantangan utama bagi bisnis Indonesia meliputi: - Kepatuhan yang Rumit: Perusahaan menghadapi aturan pajak lintas negara yang ketat. - ⁠Pajak Berganda: Risiko pengenaan pajak di dua yurisdiksi berbeda. - ⁠Pajak Digital: Tantangan bagi bisnis tanpa kehadiran fisik di luar negeri. Implikasi bagi Indonesia termasuk potensi peningkatan pendapatan negara melalui distribusi hak pajak, tetapi dapat memengaruhi daya saing investasi karena penerapan pajak minimum global. Bisnis Indonesia perlu menyesuaikan strategi pajak, memanfaatkan teknologi, dan meninjau struktur operasional untuk tetap kompetitif dan patuh pada regulasi baru. Semoga nanti kedepannya giliran kami yg mampir ke DDTC, Terimakasih bnyk kak Artika sampai bertemu di DDTC 🙏🥰

Laureen SW 06 Desember 2024 | 15:31 WIB

Mempelajari yang lagi happening, beneran sangat eye opening. Sebagai mahasiswa yang bukan dari perminatan pajak, tidak akan mengetahui situasi pajak internasional dan challenges yang dihadapi dalam perusahan multinasional. Dengan contoh dan pemapran yang mudah dipahami oleh Bu Atika, memberikan awareness terhdap situasi dunia saat ini dan opportunity ilmu plus untuk memahami international tax kedepannya . Thankyou Bu Atika dan DDTC.

Nathalia Sndi 06 Desember 2024 | 15:31 WIB

Kuliah umum ini ngingetin mahasiswa, terutama yang belajar pajak, buat nggak ketinggalan update soal reformasi pajak internasional kayak Pilar 1 dan Pilar 2 OECD/G20. Kampus bisa jadi tempat asyik buat diskusi dan belajar bareng soal ini. Apalagi, paham soal pajak global bakal jadi bekal penting buat karier ke depan. Jadi, berguna banget kuliah umum hariini. Terimakasih Bu Atika dan DDTC.

FRANSISKA HANI 06 Desember 2024 | 15:30 WIB

Kuliah umum ini sangat informatif dan bermanfaat. Penyampaian materi yang sistematis dan jelas memudahkan pemahaman, sekaligus membuka wawasan baru mengenai isu perpajakan internasional. Terima kasih atas kesempatan berharga ini.

MICHELLE LIN 06 Desember 2024 | 15:29 WIB

materi ini sangat informatif dan relevan, terutama bagi mahasiswa yang ingin memahami reformasi pajak internasional,pembahasannya dari ka atika itu membuka wawasan kita mengenai pentingnya peran generasi muda dalam menyikapi isu-isu perpajakan global dan terima kasih juga kepada DDTC atas edukasi yang terus diberikan kepada kami sebagai mahasiswa,dan dapat diakses pemberitaan secara praktis semoga bisa lbh byk lagi konten berkualitas seperti ini yang dapat memotivasi kami untuk belajar dan berkontribusi di masa depan untuk negara

Salsabila Ananda 06 Desember 2024 | 15:29 WIB

Terima kasih banyak untuk materinya, sangat membantu banget mahasiswa seperti saya... Cara penyampaian Bu Atika jelas dan mudah dimengerti, jadi makin semangat belajar pajak internasional. Sukses selalu untuk DDTC.

Shelvie Gandapriana 06 Desember 2024 | 15:28 WIB

Trimakasii bu Atika & DDTC, sangat menambah wawasan baru mengenai pajak internasional, cara menjelaskan materinya juga mudah dimengerti sehingga membantu saya untuk memahami perkembangan BEPS.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak