JAKARTA, DDTCNews – Kendaraan bermotor bekas tidak lagi menjadi objek bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), objek BBNKB adalah penyerahan pertama atas kendaraan bermotor. Adapun penyerahan kedua dan seterusnya bukan merupakan objek BBNKB.
Dalam Naskah Akademik RUU HKPD sudah dijelaskan tujuan kebijakan ini untuk mendorong ketaatan balik nama kendaraan bermotor bekas. BBNKB bukan hanya sumber penerimaan pemerintah daerah, melainkan juga instrumen untuk mengendalikan (mengatur) ketaatan registrasi dan balik nama kendaraan bermotor.
Pasalnya, salah satu penyebab kurangnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) dikarenakan kendaraan bermotor masih atas nama kepemilikan orang lain. Dengan kebijakan dalam UU HKPD, kepatuhan pembayaran PKB diharapkan juga meningkat.
Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan konsep dasar pajak daerah dan retribusi daerah pada UU HKPD adalah simplifikasi dan penguatan administrasi. Tujuannya adalah peningkatan kepatuhan. Jika kepatuhan naik, penerimaan pajak akan meningkat.
“Sekarang kan mobil yang mempunyai tanda nomor kendaraan B ada di mana-mana. Ini dikarenakan masyarakat tidak balik nama dan kalau dilakukan balik nama biayanya mahal, sehingga akhirnya pajak tidak dibayar. Akhirnya kena PKB-nya dan menyebabkan BBNKB itu jadi tracing-nya susah,” ujar Astera.
Sesuai dengan ketentuan dalam UU HKPD, tarif maksimal BBNKB sebesar 12%, bukan 20% seperti yang diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Meski tarif maksimal turun, kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk mengenakan opsen BBNKB dengan tarif 66%.
Opsen BBNKB dikenakan bersamaan dengan BBNKB oleh kabupaten/kota sebagai pengganti bagi hasil BBNKB yang selama ini berjalan antara provinsi dan kabupaten/kota. Ketentuan mengenai BBNKB beserta opsen BBNKB baru mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak UU HKPD diundangkan.
Sebagai perbandingan, saat ini BBNKB tidak hanya dikenakan atas penyerahan kendaraan baru, melainkan juga penyerahan kendaraan bekas. Sesuai dengan UU PDRD, tarif BBNKB atas penyerahan kendaraan bekas atau penyerahan kedua dan seterusnya adalah sebesar 1%.
Lantas, bagaimana menurut Anda? Apakah Anda setuju penyerahan atas kendaraan bermotor kedua dan seterusnya dikecualikan dari BBNKB? Berikan pendapat Anda dalam kolom komentar.
Sebanyak 2 pembaca DDTCNews yang memberikan pendapat pada kolom komentar artikel ini dan telah menjawab beberapa pertanyaan dalam survei akan berkesempatan terpilih untuk mendapatkan uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000).
Debat ini hanya bisa diikuti oleh warga negara Indonesia dan tidak berlaku untuk karyawan DDTC. Pemenang dipilih berdasarkan pada pengisian survei dan kolom komentar yang konstruktif, berdasarkan fakta, dan tidak mengandung unsur SARA.
Keputusan pemenang ditentukan oleh tim DDTCNews dan bersifat mutlak serta tidak dapat diganggu gugat. Pajak hadiah ditanggung penyelenggara. Penilaian akan diberikan atas komentar dan jawaban yang masuk sampai dengan Selasa, 22 Februari 2022 pukul 15.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan pada Jumat, 25 Februari 2022. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.