Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pengantar RUU APBN tahun anggaran 2021 beserta nota keuangannya pada masa persidangan I DPR tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras.
JAKARTA, DDTCNews - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan defisit anggaran tahun 2021 sebesar 5,5% dari produk domestik bruto (PDB).
Jokowi menyampaikannya dalam pidato penyampaian pengantar pemerintah tentang RAPBN 2021 beserta nota keuangan di Gedung DPR/MPR RI Senayan, Jumat (14/8/2020). Defisit itu setara Rp971,2 triliun, lebih rendah dari rencana defisit tahun ini Rp1.039,2 triliun atau 6,34% terhadap PDB.
"Defisit anggaran diperkirakan mencapai Rp971,2 triliun atau setara 5,5% dari PDB," katanya.
Jokowi mengatakan penerimaan negara pada 2021 ditargetkan senilai Rp1.1776,4 triliun. Penerimaan tersebut berasal dari sektor perpajakan Rp1.481,9 triliun sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp293,5 triliun. Sementara dari sisi belanja, pada 2021 dipatok senilai Rp2.747,5 triliun.
Jokowi menjelaskan belanja pada 2021 akan diarahkan untuk memulihkan perekonomian nasional yang mengalami tekanan akibat pandemi virus Corona tahun ini. Menurutnya, ketidakpastian global maupun domestik juga masih akan terjadi tahun depan.
Dia menyebut program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang. Oleh karena itu, kebijakan relaksasi defisit melebihi 3% dari PDB masih diperlukan.
"Dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal," ujarnya.
Selain memulihkan perekonomian nasional, rancangan kebijakan RAPBN 2021 juga diarahkan untuk mendorong reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, dan daya saing ekonomi, mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital, serta pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Diharapkan perhatian kepada "kesinambungan fiskal" merujuk pada penguatan landasan yuridis dalam penyusunan tax expenditure dan penentuan benchmark rate nantinya 🙂