Ilustrasi.
MAKASSAR, DDTCNews – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Selatan (Sulsel) mendapati tidak disetorkannya penerimaan pajak senilai Rp519 juta yang sudah dipungut bendahara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel ke kas daerah.
Kepala BPK Perwakilan Sulsel Wahyu Priyono mengaku BPK sudah memberi kesempatan pada Pemprov Sulsel memperbaiki laporan keuangannya. Selain itu, Pemprov Sulsel juga diminta mengembalikan dana yang dimaksud ke kas daerah.
Namun, sambung Wahyu, Pemprov Sulsel tidak melakukan perbaikan hingga rekomendasi hendak disetor. Untuk itu, BPK Sulsel meminta Majelis Tuntutan Ganti Rugi (MTGR) Pemprov Sulsel mengusut masalah ini. Wahyu menyebut kasus ini menyebabkan kerugian negara sehingga tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
"Yang semestinya disetor ke kas daerah tapi tidak disetor. Digunakan malah ke kegiatan lain. Kami sudah kasih waktu satu bulan kurang lebih untuk ditindaklanjuti, " jelas Wahyu, dikutip pada Selasa (1/6/2021).
Adapun masalah tersebut merupakan salah satu temuan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2020. Berdasarkan pada hasil pemeriksaan BPK, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) harus puas diganjar dengan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Wahyu menguraikan ada 3 masalah besar dalam pengelolaan keuangan di Pemprov Sulsel. Menurutnya, temuan tersebut menyebabkan kerugian negara hingga miliaran rupiah. Pertama, terkait dengan dana bantuan keuangan daerah ke kabupaten/kota.
Wahyu menjelaskan ada bantuan keuangan lebih dari Rp303 miliar yang disalurkan tanpa sepengetahuan dan persetujuan DPRD Sulsel. Menurutnya, Pemprov Sulsel pernah mengubah peraturan gubernur di anggaran perubahan untuk menyalurkan bantuan tersebut.
"Sebelumnya sudah ada bantuan ke daerah, sudah disetujui oleh DPRD, tapi ternyata ada penambahan lagi tanpa melalui persetujuan DPRD. Itu besarnya Rp303 miliar lebih," ujar Wahyu.
Bantuan itu, sambung Wahyu, melampaui anggaran yang disajikan pada laporan keuangan. Hal tersebut jelas dilarang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Pelampauan anggaran Rp303 miliar itu jumlahnya cukup besar. Itu kenapa kami di BPK tidak dapat berikan WTP,” imbuhnya.
Kedua, terjadi kekurangan kas senilai Rp1,9 miliar pada 3 organisasi perangkat daerah (OPD). Wahyu mengatakan kondisi kas daerah per 1 Desember 2020 kosong. Padahal, menurut Wahyu, seharusnya masih ada saldo kas yang tersisa
Wahyu menyatakan masalah itu terjadi di Sekretariat DPRD Sulsel, Badan Penghubung, dan Dinas PU dan Tata Ruang Sulsel. Dia menyebut telah meminta agar Pemprov Sulsel mengembalikan dana tersebut ke kas negara. Namun, sampai LHP terbit, dana tersebut belum dikembalikan.
"Artinya ini tidak menunjukkan keuangan yang ada. Sebenarnya masih ada saldo kas, tapi uangnya sudah tidak ada. Tidak tahu di mana, sudah digunakan ke mana," ujar Wahyu.
Ketiga, masalah uang pajak yang tidak disetor ke negara. Menanggapi temuan tersebut, Plt Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman mengatakan akan segera melakukan evaluasi kepada OPD yang bersangkutan, termasuk melakukan pergeseran pejabat.
"Kita akan evaluasi. Kita lihat bagaimana menempatkan orang," kata Andi Sudirman, seperti dilansir sulsel.suara.com.
Rekomendasi BPK, lanjut Andi Sudirman, tidak bisa langsung ditindaklanjuti. Menurutnya, perbaikan atas temuan tersebut membutuhkan waktu. Terlebih, temuan dari BPK tidak lagi hanya masalah keuangan tetapi juga kinerja sumber daya manusia (SDM). (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Terima kasih kepada DDTC News yang sudah memberikan berita yang informatif. Penerimaan pajak menjadi sektor pendapatan negara yang paling penting. Saat terdapat penerimaan pajak yang belum masuk, menjadi kerugian bagi negara. Salah satunya adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulses) yang tidak menyetor pajak penghasilannya. Tidak disetorkannya pajak penghasilan Pemerintah Provinsi Sulsel disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu terdapat bantuan dana ke daerah tanpa persetujuan DPRD, kekurangan kas, danmasalah uang pajak yang tidak disetor ke negara.