LKPP 2020

BPK Soroti Kerentanan Utang Pemerintah, Begini Respons Kemenkeu

Dian Kurniati | Kamis, 24 Juni 2021 | 17:43 WIB
BPK Soroti Kerentanan Utang Pemerintah, Begini Respons Kemenkeu

Ilustrasi. (Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti kerentanan utang pemerintah.

Menanggapi hal tersebut, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman menegaskan pemerintah terus berupaya mengelola pembiayaan APBN secara hati-hati di tengah pandemi Covid-19. APBN, sambungnya, telah berperan sebagai instrumen countercyclical.

"Pemerintah senantiasa mengelola pembiayaan secara hati-hati, kredibel, dan terukur, termasuk dalam beberapa tahun terakhir ini ketika terjadi perlambatan ekonomi global," katanya, Kamis (24/6/2021).

Baca Juga:
Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Luky mengatakan Kemenkeu mengapresiasi kerja keras BPK dalam melaksanakan audit serta memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap LKPP 2020. Kemenkeu juga mengapresiasi rekomendasi BPK tentang pengelolaan pembiayaan karena terkait dengan penjagaan akuntabilitas dan tata kelola keuangan negara.

Pandemi Covid-19, sambungnya, merupakan kejadian luar biasa dan menjadi tantangan berat bagi hampir semua negara di dunia. Kebanyakan negara juga mengambil kebijakan countercyclical untuk menjaga perekonomian sehingga berimplikasi pada pelebaran defisit APBN, termasuk Indonesia.

Mengenai rekomendasi International Monetary Fund (IMF) mengenai batas rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) berkisar 25%-35%, Luky mengatakan hal itu sulit dilakukan ketika situasi pandemi.

Baca Juga:
Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

"Dalam kondisi pandemi saat ini, hampir tidak ada negara rasio utangnya di kisaran itu," katanya.

Rasio utang Indonesia pada akhir 2020 tercatat sebesar 39,39% PDB, sementara Filipina 48,9%, Thailand 50,4%, China 61,7%, Korea Selatan 48,4%, dan Amerika Serikat 131,2%.

Luky menambahkan pemerintah telah melakukan kebijakan extraordinary untuk menjaga pembiayaan pada kondisi aman serta menekan biaya utang. Salah satunya dilakukan dengan kebijakan burden sharing dengan Bank Indonesia (BI).

Baca Juga:
Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Kemudian, ada strategi pengelolaan pembiayaan melalui upaya menurunkan yield pada 2020 sehingga dapat menekan yield surat berharga negara (SBN) sekitar 250 basis poin mencapai 5,85% pada akhir tahun atau turun 17%.

Dengan berbagai respons kebijakan tersebut, Luky menilai ekonomi Indonesia pada 2020 cenderung tumbuh relatif cukup baik dibandingkan dengan performa negara lain. Selain itu, lembaga pemeringkat kredit internasional juga mengapresiasi pengelolaan ekonomi dan pembiayaan Indonesia dengan mempertahankan peringkat ketika 124 negara mengalami downgrade.

Sebelumnya, BPK menilai tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara. Kondisi itu memunculkan kekhawatiran negara tidak mampu untuk membayarnya.

Pada 2020, realisasi pendapatan negara sebesar Rp1.647,78 triliun atau mencapai 96,93% dari target. Sementara itu, realisasi belanja negara tercatat Rp2.595,48 triliun atau 94,75% dari pagu. Dengan realisasi tersebut, defisit anggaran dilaporkan mencapai Rp947,70 triliun atau 6,14% terhadap PDB. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

24 Juni 2021 | 22:10 WIB

Utang Indonesia yang bertambah untuk penanganan Covid-19 tentu saja membawa kekhawatiran di masyarakat. Selain mengelola pembiayaan APBN secara hati-hati di tengah pandemi Covid-19, BPK dan Kementrian keuangan juga perlu mengontrol proses lajur keluar uang. Karena adanya korupsi Bansos yang sebelumnya terjadi membawa traumatis sendiri bagi masyarakat.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:30 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?