KEBIJAKAN FISKAL

Beri Insentif Pajak, Sri Mulyani Ajak Investor Bangun Proyek Ini

Dian Kurniati | Jumat, 11 Juni 2021 | 11:43 WIB
Beri Insentif Pajak, Sri Mulyani Ajak Investor Bangun Proyek Ini

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajak para investor untuk membangun lebih banyak proyek yang ramah lingkungan di Indonesia.

Sri Mulyani mengatakan sektor swasta dapat berperan aktif dalam upaya pengendalian emisi karbon dengan membangun proyek yang ramah lingkungan. Pemerintah, sambungnya, juga telah menyediakan berbagai insentif yang dapat dapat dimanfaatkan.

"Kementerian Keuangan menggunakan instrumen perpajakan untuk bisa meningkatkan peranan swasta dalam membangun berbagai proyek-proyek yang sifatnya climate change friendly," katanya dalam sebuah webinar, Jumat (11/6/2021).

Baca Juga:
PMK Baru, Menkeu Bisa Nilai Kesesuaian KUA-PPAS Pemda dengan KEM PPKF

Sri Mulyani mengatakan pemerintah mengarahkan kebijakan untuk mendukung pengembangan energi baru terbarukan melalui pemberian stimulus. Menurutnya, stimulus serupa juga akan diberikan kepada bidang usaha yang ramah lingkungan.

Beberapa stimulus yang telah tersedia yakni tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk impor, pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh) ditanggung pemerintah (DTP), serta pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk mendukung pengembangan proyek tenaga listrik bertenaga panas bumi dan energi terbarukan lainnya.

Sri Mulyani menyebut saat ini dunia tengah dihadapkan pada dua bencana sekaligus, yakni pandemi Covid-19 dan risiko perubahan iklim. Semua negara juga memiliki tanggung jawab yang sama untuk menangani persoalan tersebut karena dampak perubahan iklim tidak mengenal batas negara.

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Dia kemudian mengutip data Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Environment Programme/UNEP) tentang suhu bumi saat ini yang meningkat 1,1 derajat celcius dibandingkan dengan kondisi pra-industrialisasi dan meningkat 3,2 derajat celcius pada 2020.

Di Indonesia, dampak suhu yang lebih hangat itu misalnya terlihat dari meningkatnya permukaan air laut karena es di kawasan kutub terus mencair. "Konsekuensinya luar biasa, yaitu di berbagai belahan dunia kita melihat fenomena yang katastropikal," ujarnya.

Melalui Kesepakatan Paris, Sri Mulyani menyebut pemerintah berkomitmen mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri atau 41% dengan dukungan internasional pada 2030. Beberapa langkah yang dilakukan misalnya mengimplementasikan kebijakan penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging/CBT) dan membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Sri Mulyani menambahkan upaya pengendalian perubahan iklim juga membutuhkan biaya tinggi. Pemerintah membutuhkan biaya senilai US$247,2 miliar atau RpRp3.461 triliun untuk menjalankan komitmen penurunan emisi hingga 2030. Artinya, setiap tahun harus ada alokasi setidaknya Rp266,2 triliun.

Sejak 2016 hingga 2019, pemerintah baru mengalokasikan dana untuk perubahan iklim rata-rata sekitar Rp86,7 triliun per tahun dalam APBN. Oleh karena itu, lanjutnya, dibutuhkan dukungan dari sektor swasta dan masyarakat untuk mencapai komitmen penanganan perubahan iklim.

"Memang tidak selalu harus gunakan APBN. Harus gotong-royong bersama," imbuhnya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

11 Juni 2021 | 22:30 WIB

Diharapkan stimulus-stimulus pajak yang disediakan pemerintah mampu mendorong perusahaan-perusahaan untuk ikut serta berperan aktif dalam menciptakan proyek yang ramah lingkungan mengingat dampak perubahan iklim yang kian hari semakin serius dan dapat dirasakan.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Senin, 23 Desember 2024 | 18:00 WIB PMK 101/2024

PMK Baru, Menkeu Bisa Nilai Kesesuaian KUA-PPAS Pemda dengan KEM PPKF

Senin, 23 Desember 2024 | 17:30 WIB KABUPATEN SIDOARJO

Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru