KEBIJAKAN PAJAK

Atasi Perubahan Iklim, Sri Mulyani Paparkan Sederet Kebijakan Pajak

Dian Kurniati | Selasa, 27 Juli 2021 | 15:30 WIB
Atasi Perubahan Iklim, Sri Mulyani Paparkan Sederet Kebijakan Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/6/2021). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai perubahan iklim dapat menjadi masalah yang sama besarnya dengan pandemi Covid-19 pada masa mendatang.

Menkeu mengatakan semua negara perlu bekerja sama untuk mengatasi isu perubahan iklim dengan menurunkan emisi karbon. Dalam hal ini, Indonesia memiliki sejumlah instrumen untuk menekan emisi, termasuk melalui insentif perpajakan.

"Kementerian Keuangan menggunakan instrumen kami seperti perpajakan dalam rangka mendorong dan mendukung agenda climate change. Insentif pajak diberikan terutama untuk mendukung ekonomi rendah karbon," katanya dalam ESG Capital Market Summit 2021, Selasa (27/7/2021).

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Sri Mulyani menjelaskan perubahan iklim merupakan ancaman nyata bagi semua negara di dunia. Apabila suhu bumi meningkat, artinya tidak akan ada satu negara pun yang dapat menghindari dampaknya.

Pembangunan infrastruktur yang mendorong mobilitas masyarakat juga dapat berdampak pada peningkatan konsumsi energi sehingga tekanan terhadap sumber daya alam menjadi semakin nyata. Jika kerusakan lingkungan terus berlanjut, negara-negara miskin berpotensi mengalami dampak yang lebih berat ketimbang negara maju dan berkembang.

Menurut Sri Mulyani, saat ini negara-negara di dunia tengah berupaya memberikan kontribusi dalam penurunan suhu sebesar 1,5 derajat Celcius. Dalam prosesnya, ia membandingkan upaya penurunan emisi yang mirip dengan pengendalian pandemi Covid-19.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Semua negara telah menggunakan berbagai sumber daya untuk menurunkan emisi karbon, baik dari sisi fiskal maupun kebijakan lain. Misal Indonesia, pemerintah sudah memberikan berbagai insentif perpajakan untuk mendukung upaya penurunan emisi karbon.

Insentif tersebut meliputi pemberian tax allowance dan tax holiday untuk investasi energi baru dan terbarukan. Pemerintah juga memberikan pembebasan PPnBM atas pembelian kendaraan listrik untuk mendorong masyarakat menggunakan kendaraan ramah lingkungan.

Sejalan dengan itu, pemerintah juga akan menerapkan pajak karbon sebagai instrumen untuk menetapkan tarif atas emisi karbon (carbon pricing). Rencana tersebut sudah masuk dalam revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang sedang dibahas bersama DPR.

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Selain itu, pemerintah mengimplementasikan kebijakan penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging/CBT) melalui APBN dan APBD. Dari sisi pembiayaan, terdapat inovasi Global Green Sukuk untuk mendanai program penanganan lingkungan.

"Kami juga sedang mengembangkan climate change fiscal framework untuk memperkuat strategi keuangan yang sifatnya berkelanjutan dalam rangka mencapai SDGs dan mencapai komtimen dalam turunkan emisi karbon," ujarnya. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

27 Juli 2021 | 23:21 WIB

Sependapat dengan pernyataan yang dikemukakan pemerintah dimana Insentif pajak diberikan terutama untuk mendukung ekonomi rendah karbon karena perubahan iklim merupakan ancaman nyata bagi semua negara di dunia. Apabila suhu bumi meningkat, artinya tidak akan ada satu negara pun yang dapat menghindari dampaknya.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak