DALAM konteks pajak atas konsumsi, penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi pilihan banyak negara di dunia. Secara umum, terdapat dua prinsip yang diterapkan otoritas pajak dalam memberlakukan PPN, yaitu origin principle dan destination principle.
Menurut origin principle, barang dan/atau jasa akan dikenakan pajak di tempat di mana barang dan/atau jasa tersebut diproduksi. Sementara itu, berdasarkan destination principle, barang dan/atau jasa akan dikenakan pajak di tempat di mana barang dan/atau jasa tersebut dikonsumsi. Oleh sebab itu, dalam destination principle, produk yang diekspor akan dikenakan PPN dengan tarif 0%, sementara produk impor akan dikenakan PPN berdasarkan tarif yang sama dengan penjualan produk domestik (Brederode, 2009).
Adapun Indonesia telah menerapkan destination principle, yang tercermin dalam Pasal 7 ayat (2), Penjelasan Umum, dan Penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU PPN Tahun 2009. Sebelumnya, prinsip ini hanya berlaku secara konsisten untuk impor Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) serta ekspor BKP dan tidak untuk ekspor JKP.
Sebab, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 70/PMK.03/2010 jo. PMK 30/PMK.03/2011, hanya terdapat tiga jenis JKP yang atas ekspornya dikenakan PPN dengan tarif 0%, yaitu jasa maklon, jasa perbaikan dan perawatan barang bergerak, serta jasa konstruksi. Sementara itu, ekspor JKP selain ketiga jenis jasa tersebut tetap dikenakan PPN dengan tarif normal.
Kendati demikian, melalui PMK No.32/PMK.010/2019, Pemerintah Indonesia mulai memperluas pengenaan PPN 0% pada ekspor jasa. Perluasan jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPN 0% ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dengan mendorong ekspor jasa dan meningkatkan daya saing industri jasa nasional, serta menjadi wujud konsistensi penerapan destination principle.
Lantas, Apa yang Dimaksud dengan Ekspor JKP?
Berdasarkan PMK 32/2019, ekspor JKP adalah setiap kegiatan penyerahan JKP yang dihasilkan di dalam Daerah Pabean untuk dimanfaatkan oleh penerima ekspor JKP di luar Daerah Pabean.
Dengan kata lain, kegiatan ekspor merupakan kegiatan pelayanan di dalam Daerah Pabean yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean. Kata kunci yang perlu diingat untuk ekspor jasa adalah kegiatan dan manfaat., di mana kegiatan dilakukan di Indonesia, namun manfaatnya ada di luar negeri.
Tidak semua jasa dapat diekspor. Ada kriteria tertentu untuk menentukan jenis-jenis jasa yang dapat diekspor. Dalam PMK 32/2019, ada tiga jenis kegiatan ekspor jasa, yaitu (1) kegiatan yang melekat pada barang bergerak yang dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean, (2) kegiatan yang melekat pada barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah Pabean, atau (3) kegiatan selain kegiatan di atas yang hasilnya diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean dengan cara penyampaian langsung atau tidak langsung, antara lain melalui pos dan saluran elektronik, atau berupa penyediaan hak untuk dipakai (akses) di luar Daerah Pabean.
Kegiatan yang Melekat pada Barang Bergerak
Jenis JKP berupa kegiatan pelayanan yang melekat pada barang bergerak yang dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean meliputi:
Jasa maklon harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Kegiatan yang Melekat pada Barang Tidak Bergerak
Jenis JKP berupa kegiatan pelayanan yang melekat pada barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah Pabean yaitu jasa konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi terkait dengan bangunan atau rencana bangunan yang berada di luar Daerah Pabean.
PMK 32/2019 membatasi ekspor jasa yang melekat pada barang tidak bergerak, yaitu hanya pada jasa konsultansi konstruksi.Dalam hal ini, proyek konstruksi berada di luar negeri dengan pemberi jasa konstruksi yang berstatus wajib pajak dalam negeri.
Tidak ada jasa pelaksanaan konstruksi yang diekspor. Alasannya, jika jasa pelaksanaan konstruksi dapat diekspor, artinya jasa tersebut dilakukan di luar negeri. Sedangkan definisi ekspor jasa seperti yang disebutkan di atas adalah dilakukan di Indonesia,namun dimanfaatkan di luar negeri. Begitu juga dengan tidak adanya ekspor jasa pengawasan konstruksi.
Ekspor Jasa Selain Jasa yang Melekat pada Barang
Jenis JKP berupa kegiatan pelayanan selain yang melekat pada barang yang hasilnya diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean meliputi:
Adapun, jasa teknologi dan informasi meliputi:
Adapun jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data meliputi:
Persyaratan Ekspor JKP yang Dikenai Tarif PPN 0%
Suatu kegiatan jasa yang dilakukan di Indonesia dan penerima manfaat atas jasa tersebut berada di luar negeri, dapat dianggap ekspor jasa dan dikenai tarif PPN sebesar 0% apabila memenuhi dua persyaratan berikut:
Jika kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka dikenakan tarif PPN sebesar 10% karena dianggap bukan ekspor jasa. Adapun JKP yang dihasilkan dan dimanfaatkan di luar Daerah Pabean tidak dikenai PPN.* Terkait : Jasa Pajak Kepatuhan dan Advis Mengenai PPN
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Ijin bertanya, bukan kah jika jenis jasa yang tidak termasuk dalam PMK 32 justru harus dimaknai tidak dikenakan PPN (bukan dikenakan PPN 10%)? tks