KAMUS PAJAK

Apa Itu Penilaian PBB-P2?

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 29 November 2024 | 19:30 WIB
Apa Itu Penilaian PBB-P2?

PAJAK bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

PBB-P2 menjadi salah satu jenis pajak yang wewenang pemungutannya berada di tangan pemerintah kabupaten atau kota. Adapun salah satu unsur dasar dalam pengenaan serta perhitungan PBB-P2 adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Umumnya, NJOP tersebut ditetapkan oleh kepala daerah setiap 3 tahun sekali. Namun, kepala daerah dapat menetapkan NJOP atas objek pajak tertentu untuk setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Penetapan NJOP tersebut melalui serangkaian proses penilaian PBB-P2. Guna membantu pemerintah daerah menetapkan NJOP yang relevan dengan kondisi objek pajak terkini, pemerintah pusat pun telah menyusun pedoman penilaian PBB-P2. Lantas, apa itu penilaian PBB-P2?

Pengertian Penilaian PBB-P2

Ketentuan mengenai penilaian PBB-P2 dapat mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 85/2024. Beleid yang berlaku mulai 26 November 2024 tersebut memang dirilis untuk memberikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam melakukan penilaian PBB-P2.

Merujuk Pasal 1 angka 4 PMK 85/2024, penilaian PBB-P2 adalah kegiatan untuk menentukan NJOP yang akan dijadikan dasar pengenaan PBB-P2, dengan menerapkan metode perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, metode nilai perolehan baru, dan/atau metode nilai jual pengganti.

Baca Juga:
Keputusan yang Dikirim via Coretax Dianggap Sudah Diterima Wajib Pajak

NJOP hasil proses penilaian PBB-P2 dibedakan menjadi: (i) NJOP bumi; dan (ii) NJOP bangunan. Kemudian, NJOP bangunan diklasifikasikan kembali menjadi NJOP bangunan objek pajak umum dan NJOP bangunan objek pajak khusus.

Adapun objek pajak umum berarti objek pajak yang memiliki konstruksi umum dengan keluasan tanah berdasarkan kriteria tertentu. Mengacu pada lampiran PMK 85/2024, objek pajak umum terbagi menjadi 2 golongan berdasarkan luas tanah, luas bangunan, dan jumlah lantai bangunan.

Pertama, objek pajak standar adalah objek-objek pajak yang memiliki: luas tanah ≤10.000 m2; jumlah lantai ≤4; dan luas bangunan ≤1.000 m2. Kedua, objek pajak nonstandar, yaitu objek yang memenuhi minimal salah satu dari kriteria berikut: luas tanah >10.000 m2; jumlah lantai >4; dan luas bangunan >1.000m2.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Sementara itu, objek pajak khusus merupakan objek pajak yang memiliki konstruksi khusus, fungsi khusus, atau keberadaannya memiliki arti yang khusus. Objek pajak khusus tersebut seperti: jalan tol; bandar udara; stasiun; bendungan; pelabuhan, dermaga, galangan kapal; lapangan golf; stadion; dan sirkuit balap.

Ada pula objek pajak khusus seperti: pabrik semen/pupuk; tempat rekreasi; tempat penampungan/ kilang minyak, air, atau gas; pipa minyak, air, atau gas; stasiun pengisian bahan bakar; menara; dan bangunan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada dasarnya, NJOP bumi, NJOP bangunan objek pajak khusus, NJOP bangunan objek pajak umum standar, serta NJOP bangunan objek pajak umum nonstandar, akan ditetapkan berdasarkan hasil penilaian PBB-P2.

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Adapun cara penilaian yang digunakan untuk masing-masing objek bisa berbeda-beda. Secara ringkas, penilaian NJOP bumi dan/atau bangunan dapat dilaksanakan dengan 2 cara, yaitu penilaian massal, dan/atau penilaian individual

Penilaian Massal

Penilaian massal adalah penilaian yang sistematis untuk sejumlah objek pajak yang dilakukan pada saat tertentu secara bersamaan dengan menggunakan suatu prosedur standar, yang disebut Computer Assisted Valuation (CAV) dan/atau Computer Assisted for Mass Appraisal (CAMA).

Cara penilaian massal digunakan untuk menentukan NJOP bumi dan NJOP bangunan objek pajak umum. Biasanya, penilaian massal dilakukan untuk objek-objek yang nilai ekonomisnya tidak tinggi dan biasanya objeknya serupa, mirip, atau karakteristiknya sama, dan jumlahnya banyak

Baca Juga:
Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Penilaian massal untuk penentuan NJOP bumi berupa tanah dilakukan dengan membentuk nilai indikasi rata-rata (NIR) dalam setiap zona nilai tanah (ZNT). Adapun NIR diperoleh dari harga rata-rata transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan telah dilakukan penyesuaian.

Dalam hal tidak terdapat transaksi jual beli, NIR ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis.

Sementara itu, penilaian massal untuk menentukan NJOP bangunan objek pajak umum dilakukan dengan menyusun daftar biaya komponen bangunan (DBKB) untuk setiap jenis penggunaan bangunan (JPB).

Baca Juga:
Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Penilaian Individual

Merujuk PMK 85/2024, penilaian Individual adalah penilaian terhadap objek pajak kriteria tertentu dengan cara memperhitungkan semua karakteristik objek pajak yang disusun dalam laporan penilaian.

Penilaian individual umumnya diterapkan untuk objek pajak nonstandar dan khusus atau objek pajak yang bernilai tinggi (tertentu). Penilaian individual juga dapat digunakan untuk menghitung NJOP bumi serta NJOP bangunan objek pajak umum yang telah dinilai dengan penilaian massal.

Adapun objek pajak yang telah dinilai dengan penilaian massal bisa dinilai kembali dengan penilaian individual apabila hasilnya tidak memadai untuk memperoleh NJOP secara akurat. Selain itu, penilaian individual digunakan untuk menentukan NJOP bumi berupa areal perairan pedalaman.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Secara ringkas, pelaksanaan penilaian Individual bisa dilakukan dengan menggunakan di antara 3 metode.

Pertama, perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis. Metode ini dilakukan dengan cara membandingkan objek pajak yang akan dinilai dengan objek pajak lain sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama yang nilai jualnya sudah diketahui dengan melakukan penyesuaian yang dipandang perlu.

Metode ini terutama diterapkan untuk penentuan NJOP bumi dan dapat juga digunakan untuk menentukan NJOP bangunan atas objek pajak tertentu.

Baca Juga:
Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Kedua, nilai perolehan baru. Metode ini dilakukan dengan cara memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek bangunan baru pada saat penilaian dan dikurangi penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek bangunan.

Perkiraan biaya dilakukan dengan cara menghitung biaya setiap komponen utama bangunan, material dan fasilitas lainnya.

Ketiga, nilai jual pengganti. Metode nilai jual pengganti dilakukan dengan cara menghitung atau memproyeksikan seluruh pendapatan sewa atau penjualan dalam 1 tahun dari objek pajak yang dinilai dikurangi dengan kekosongan, biaya operasi, dan/atau hak pengusaha, yang selanjutnya dikapitalisasikan dengan suatu tingkat kapitalisasi tertentu.

Baca Juga:
Ketentuan Pelaporan PPh Atas Penjualan Saham Berubah, Jadi Lebih Cepat

Metode ini pada umumnya diterapkan untuk objek komersial, yang dibangun untuk usaha atau menghasilkan pendapatan, seperti hotel, apartemen, gedung perkantoran yang disewakan, bandar udara, pelabuhan, tempat rekreasi, dan lain sebagainya.

Dalam penentuan NJOP, penilaian berdasarkan metode nilai jual pengganti dipakai juga sebagai alat pengujian terhadap nilai yang dihasilkan dengan metode lainnya. Perincian ketentuan mengenai penilaian PBB-P2 dapat disimak dalam PMK 85/2024. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP