UU HPP

WP OP Ungkap Harta Perolehan 2016 Hingga 2020, Ini Tarif PPh-nya

Redaksi DDTCNews | Kamis, 07 Oktober 2021 | 21:19 WIB
WP OP Ungkap Harta Perolehan 2016 Hingga 2020, Ini Tarif PPh-nya

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews - RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) resmi disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR pada hari ini, Kamis (17/10/2021). Salah satu kebijakan yang diatur di dalam beleid tersebut adalah program pengungkapan sukarela wajib pajak.

Program yang akan berlangsung mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022 ini terbagi menjadi 2 skema. Pertama, skema untuk wajib pajak yang telah menjadi peserta amnesti pajak. Kedua, skema untuk wajib pajak orang pribadi yang belum melaporkan harta bersih dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh).

Wajib pajak orang pribadi, dalam skema kedua, dapat mengungkapkan harta bersih yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020; dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh OP tahun pajak 2020.

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

“Harta bersih … merupakan nilai harta dikurangi nilai utang. Harta bersih … dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi pada tahun pajak 2020,” penggalan Pasal 8 ayat (2) dan (3) UU HPP.

Tambahan penghasilan itu dikenai PPh yang bersifat final yang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak (DPP). Adapun DPP yakni sebesar jumlah harta bersih yang belum atau kurang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2020.

Terkait dengan tarif, UU HPP mengatur 5 kelompok. Pertama, tarif 12% atas harta bersih yang berada di dalam NKRI, dengan ketentuan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau surat berharga negara (SBN).

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Kedua, tarif 14% atas harta bersih yang berada di dalam NKRI dan tidak diiventasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau SBN.

Ketiga, tarif 12% atas harta bersih yang berada di luar NKRI, dengan ketentuan dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan diinvestasikan. Adapun wadah investasinya masih sama, yakni kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI dan/atau SBN.

Keempat, tarif 14% atas harta bersih yang berada di luar NKRI dengan ketentuan dialihkan ke dalam NKRI dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di dalam NKRI dan/atau SBN.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Kelima, tarif 18% atas harta bersih yang berada di luar NKRI tidak dialihkan ke dalam NKRI.

Adapun nilai harta yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya jumlah harta bersih ditentukan berdasarkan nilai nominal (untuk harta berupa kas atau setara kas) atau harga perolehan (untuk harta selain kas atau setara kas).

Wajib pajak orang pribadi yang dapat mengungkapkan harta bersih harus memenuhi beberapa ketentuan. Pertama, tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk tahun pajak 2016, tahun pajak 2017, tahun pajak 2018, tahun pajak 2019, dan/atau tahun pajak 2020.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Kedua, tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk tahun pajak 2016, tahun pajak 2017, tahun pajak 2018, tahun pajak 2019, dan/atau tahun pajak 2020.

Ketiga, tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan. Keempat, tidak sedang berada dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan. Kelima, tidak sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN