BERITA PAJAK HARI INI

Wajib Pajak Perlu Tahu, Ini Ketentuan Hubungan Istimewa di PP 55/2022

Redaksi DDTCNews | Rabu, 18 Januari 2023 | 09:14 WIB
Wajib Pajak Perlu Tahu, Ini Ketentuan Hubungan Istimewa di PP 55/2022

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – PP 55/2022 turut memuat ketentuan mengenai hubungan istimewa yang sudah diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

Sesuai dengan Pasal 33 ayat (1) PP 55/2022, hubungan istimewa merupakan keadaan ketergantungan atau keterikatan satu pihak dengan pihak lainnya yang disebabkan oleh kepemilikan atau penyertaan modal; penguasaan; atau hubungan keluarga sedarah atau semenda.

“Yang mengakibatkan pihak satu dapat mengendalikan pihak yang lain atau tidak berdiri bebas dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan,” bunyi penggalan Pasal 33 ayat (1) PP 55/2022.

Baca Juga:
Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Pengaturan terkait dengan hubungan istimewa dalam PP 55/2022 ini tidak berbeda jauh dengan ketentuan pada Pasal 4 PMK 22/2020. Salah satu perbedaannya terletak pada kriteria dalam kondisi hubungan istimewa atas penguasaan.

Seperti diketahui, sebanyak 6 dari 8 mekanisme khusus pencegahan praktik penghindaran pajak (specific anti-avoidance rule/SAAR) dalam Bab VII PP 55/2022 hanya dapat dilakukan terhadap transaksi antara pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa.

Selain pengaturan tentang hubungan istimewa dalam PP 55/2022, ada pula ulasan mengenai rencana pemerintah untuk memberi insentif terkait dengan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri melalui Peraturan Pemerintah (PP) 1/2019.

Baca Juga:
Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Hubungan Istimewa Karena Kepemilikan atau Penyertaan Modal

Sesuai dengan ketentuan dalam PP 55/2022, hubungan istimewa karena kepemilikan atau penyertaan modal dianggap ada jika wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada wajib pajak lain.

Hubungan istimewa karena kepemilikan atau penyertaan modal itu juga dianggap ada jika hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada 2 wajib pajak atau lebih atau hubungan di antara 2 wajib pajak atau lebih yang disebut terakhir. (DDTCNews)

Hubungan Istimewa Karena Penguasaan

Kemudian, berdasarkan pada ketentuan dalam PP 55/2022, hubungan istimewa karena penguasaan dianggap ada jika:

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak
  • 1 pihak menguasai pihak lain atau 1 pihak dikuasai oleh pihak lain, secara langsung dan/atau tidak langsung;
  • 2 pihak atau lebih berada di bawah penguasaan pihak yang sama secara langsung dan/atau tidak langsung;
  • 1 pihak menguasai pihak lain atau 1 pihak dikuasai oleh pihak lain melalui manajemen atau penggunaan teknologi (ketentuan baru yang tidak ada dalam PMK 22/2020);
  • terdapat orang yang sama secara langsung dan/atau tidak langsung terlibat atau berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan manajerial atau operasional pada 2 pihak atau lebih;
  • para pihak yang secara komersial atau finansial diketahui atau menyatakan diri berada dalam satu grup usaha yang sama; atau
  • 1 pihak menyatakan diri memiliki hubungan istimewa dengan pihak lain. (DDTCNews)

Hubungan Istimewa Karena Hubungan Keluarga Sedarah atau Semenda

Sesuai dengan ketentuan dalam PP 55/2022, hubungan istimewa karena hubungan keluarga sedarah atau semenda dianggap ada dalam hal terdapat hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda, dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping 1 derajat. (DDTCNews)

Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa

Ketentuan pajak domestik Indonesia tidak hanya mengatur tentang istilah ‘transaksi hubungan istimewa’, tetapi juga ‘transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa’. Hal ini terlihat pada Pasal 35 ayat (2) PP 55/2022.

Sesuai dengan pasal tersebut, transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa meliputi transaksi afiliasi; dan/atau transaksi antarpihak yang tidak memiliki hubungan istimewa, tetapi pihak afiliasi dari salah satu atau kedua pihak menentukan lawan transaksi dan harga transaksi. (DDTCNews)

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Insentif atas Penempatan DHE di Dalam Negeri

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) 1/2019. Dalam revisi tersebut, pemerintah berencana menambahkan ketentuan terkait dengan pemberian insentif, termasuk dari Bank Indonesia (BI).

"Akan diberikan insentif baik itu oleh BI dalam bentuk PBI (peraturan Bank Indonesia) maupun dari pemerintah dalam hal menteri keuangan," katanya.

Selain insentif, sektor yang wajib menempatkan DHE di dalam negeri juga diperluas. Tak hanya DHE perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan perikanan, DHE manufaktur juga harus ditempatkan di dalam negeri. DHE atas komoditas yang sudah diolah dengan proses hilirisasi juga termasuk. (DDTCNews)

Baca Juga:
Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Turun

Realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi pada 2022 terkontraksi. Realisasi penerimaan dari PPh orang pribadi senilai Rp11,58 triliun, turun 6,29% dibandingkan dengan kinerja pada tahun sebelumnya senilai Rp12,36 triliun.

"PPh orang pribadi masih tertekan karena pergeseran pembayaran PPh orang pribadi ke PPh final, dampak dari implementasi Program Pengungkapan Sukarela," tulis Kementerian Keuangan dalam laporan APBN Kita.

Dari total penerimaan pajak senilai Rp1.716,76 triliun pada 2022, setoran PPh orang pribadi hanya berkontribusi sebesar 0,7%. Sementara itu, realisasi setoran PPh final pada 2022 mencapai Rp166,57 triliun, tumbuh 51% dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Baca Juga:
Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Layanan Elektronik yang Disediakan DJP

Layanan elektronik yang disediakan oleh DJP tidak dapat diakses pada akhir pekan ini, yakni mulai dari Sabtu (21/1/2023) pukul 08.00 WIB hingga Minggu (22/1/2023) pukul 23.59 WIB.

Otoritas menyatakan waktu henti (downtime) layanan elektronik tersebut terjadi sehubungan dengan adanya upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak serta kapabilitas sistem informasi DJP. (DDTCNews)

Dana Pemda yang Mengendap di Perbankan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menegur pemerintah daerah (pemda) lantaran besarnya dana yang mengendap di bank, yaitu menembus Rp123 triliun pada 31 Desember 2022. Jokowi mengatakan dana pemda di perbankan itu seharusnya dibelanjakan untuk menggerakkan ekonomi.

Baca Juga:
Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jokowi memandang pemda perlu memperbaiki model belanja agar dana APBD tidak mengendap di perbankan. Menurutnya, perencanaan belanja daerah seharusnya tersusun sebelum tahun berjalan. Kemudian, realisasi harus dimulai sejak awal tahun. (DDTCNews/Kontan)

Pajak dan Harga BBM

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut terdapat hubungan erat antara pajak dan keterjangkauan harga energi atau bahan bakar minyak.

Menkeu mengatakan penerimaan dalam APBN, yang utamanya berasal dari pajak, digunakan pemerintah untuk memberikan subsidi energi. Dengan subsidi tersebut, masyarakat dapat menikmati harga energi secara lebih terjangkau.

Baca Juga:
Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

"Ada subsidi pemerintah dari APBN #uangkita pada setiap liter bahan bakar minyak untuk kendaraan Anda atau transportasi umum. Ya, Anda menikmatinya," katanya dalam unggahan di akun Instagram. (DDTCNews)

Bea Keluar Ekspor CPO

Kementerian Perdagangan mencatat kenaikan harga minyak kelapa sawit (CPO). Situasi tersebut menyebabkan tarif bea keluar atas ekspor CPO kini menjadi US$74 per metric ton (MT), lebih tinggi dari 2 pekan sebelumnya US$52 per metric ton.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso mengatakan harga referensi CPO periode 16-31 Januari 2023 senilai 920,57 per metric ton, naik 7,17% dari periode 1-15 Januari 2023 yang senilai US$858,96 per metric ton.

Baca Juga:
Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

"Saat ini harga referensi CPO mengalami peningkatan dan kembali menjauhi ambang batas sebesar US$680 per metric ton. Untuk itu, pungutan ekspor CPO menjadi US$95 per metric ton untuk periode 16-21 Januari 2023," katanya.

Budi menuturkan penetapan tarif bea keluar atas ekspor CPO dan produk turunannya mengacu pada PMK 123/2022. Pada Kolom 6 Lampiran Huruf C PMK tersebut, diatur tarif bea keluar yang berlaku berdasarkan harga referensi CPO. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci