PMK 196/2021

Wajib Pajak Cabut Surat Pemberitahuan Ungkap Harta, Ini Implikasinya

Muhamad Wildan | Senin, 27 Desember 2021 | 13:30 WIB
Wajib Pajak Cabut Surat Pemberitahuan Ungkap Harta, Ini Implikasinya

Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak. 

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak dapat mencabut surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH) yang telah disampaikan kepada Ditjen Pajak (DJP) pada periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2022.

Pencabutan SPPH dapat dilakukan dengan menyampaikan SPPH kembali dan mengisi nilai harta, utang, dan harta bersih sebesar 0. Bila wajib pajak melakukan hal tersebut, terdapat implikasi yang timbul seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 196/2021.

"Surat keterangan yang telah diterbitkan ... atas SPPH yang disampaikan sebelum penyampaian pencabutan SPPH ..., batal demi hukum," bunyi Pasal 24 ayat (1) huruf a PMK 196/2021, dikutip Senin (27/12/2021).

Baca Juga:
PER-01/PJ/2025 Terbit, Ini Keterangan Tertulis Ditjen Pajak (DJP)

Untuk diketahui, surat keterangan merupakan bukti keikutsertaan wajib pajak dalam program pengungkapan sukarela (PPS) berdasarkan UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Pencabutan SPPH melalui penyampaian SPPH bernilai 0 akan ditindaklanjuti kepala KPP dengan menerbitkan surat keterangan secara elektronik dalam waktu 1 hari sejak SPPH disampaikan. Surat keterangan ini berlaku sebagai tanda bukti pencabutan SPPH.

Dengan melakukan pecabutan SPPH, wajib pajak dianggap tidak melakukan pengungkapan harta bersih. Lalu, segala ketentuan pada Pasal 4, Pasal 8, dan Pasal 22 ayat (1) PMK 196/2021 menjadi tidak berlaku.

Baca Juga:
DJP Perinci Hitungan PPN Barang Mewah untuk Penyerahan di Januari 2025

Pasal 4 PMK 196/2021 merupakan pasal yang memberikan pembebasan sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak bagi wajib pajak yang mengikuti kebijakan I PPS.

Sementara itu, Pasal 8 PMK 196/2021 menjadi pasal yang menetapkan tidak diterbitkannya ketetapan pajak atas kewajiban pajak tahun pajak 2016 hingga 2020 bagi peserta kebijakan II PPS.

Adapun Pasal 22 ayat (1) PMK 196/2021 mengatur tentang tidak dapat digunakannya data dan informasi dari SPPH sebagai dasar untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan/atau pidana terhadap wajib pajak.

Bila wajib pajak telah mencabut SPPH, wajib pajak tidak menyampaikan SPPH kembali kepada DJP. Selanjutnya, putusan banding, gugatan, serta PK atas wajib pajak yang mencabut SPPH akan menjadi dasar bagi Dirjen Pajak dalam melakukan tindak lanjut sesuai dengan peraturan perpajakan. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Sabtu, 04 Januari 2025 | 17:45 WIB PER-01/PJ/2025

PER-01/PJ/2025 Terbit, Ini Keterangan Tertulis Ditjen Pajak (DJP)

Sabtu, 04 Januari 2025 | 15:45 WIB PER-01/PJ/2025

DJP Perinci Hitungan PPN Barang Mewah untuk Penyerahan di Januari 2025

Sabtu, 04 Januari 2025 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DPR Beri Catatan Soal Tarif PPN, PMK 131 Dinilai Masih Muat Kerancuan

Sabtu, 04 Januari 2025 | 13:47 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

PPN 12% Dihitung dengan DPP 11/12, Faktur Pajaknya Sudah via Coretax

Sabtu, 04 Januari 2025 | 13:37 WIB DDTC ACADEMY - JADWAL PELATIHAN

Belajar Pajak? Cek Program dan Jadwal Pelatihan Periode 2025 di Sini

Sabtu, 04 Januari 2025 | 13:00 WIB LAYANAN KEPABEANAN DAN CUKAI

DJBC: e-CD Ramai Dipakai Penumpang dari Luar Negeri Saat Libur Nataru

Sabtu, 04 Januari 2025 | 12:47 WIB PER-01/PJ/2025

Aturan Baru Soal Faktur Pajak Sesuai PMK 131, DJP Beri Masa Transisi!

Sabtu, 04 Januari 2025 | 12:30 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Normalisasi Harga Pangan Diklaim Jadi Sebab Rendahnya Inflasi 2024