PERPAJAKAN GLOBAL

Wah, Ide Pencatatan Aset Global Diklaim Mampu Atasi Penggelapan Pajak

Redaksi DDTCNews | Selasa, 16 April 2019 | 15:31 WIB
Wah, Ide Pencatatan Aset Global Diklaim Mampu Atasi Penggelapan Pajak

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Penyakit ekonomi global – seperti ketimpangan kekayaan dan penggelapan pajak yang sistemik – dapat ditangani melalui pencatatan aset kekayaan global atau global wealth asset registry (GAR).

Ide ini diungkapkan Independent Commission for the Reform of International Corporate Taxation (ICRICT). ICRICT merupakan lembaga masyakat sipil yang didalamnya juga ada beberapa ekonom elit seperti Joseph Stiglitz dan Thomas Piketty.

Rincian skema belum ada. Namun, ide GAR yang dikembangkan sangat berbasis pada instrumen transparansi. ICRICT mencoba membangun kerangka, di mana skema pencatatan diusulkan untuk menunjukkan keterkaitan antara data kekayaan yang ada dan telah tercatat serta data kekayaan yang belum terlacak.

Baca Juga:
2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

“Terlebih, bocornya informasi kepemilikan kekayaan di luar negeri seperti Panama Papers dan Paradise Papers sebenarnya telah menunjukkan bahwa bukan tidak mungkin untuk mengumpulkan data-data tersebut,” demikian informasi yang dikutip dari Tax Notes International vol. 94 no. 2 pada Selasa (16/4/2019).

Ide ini sebelumnya juga turut dikemukakan oleh Komite Khusus Kejahatan Keuangan, Penggelapan Pajak, dan Penghindaran Pajak atau yang dikenal sebagai TAX3. TAX3 merupakan komite khusus yang terdapat pada parlemen Uni Eropa untuk membantu pembuatan kebijakan.

Laporan terakhir dari komite ini dapat mempelopori inisiatif global untuk melakukan pencatatan kepemilikan manfaat (beneficial ownership) dari publik secara terpusat. Tumbuhnya perekonomian global tanpa batasan menjadi pemicunya.

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

“Tumbuhnya perekonomian global yang saling berkaitan tanpa batasan yang jelas serta adanya digitalisasi ekonomi sangat mendesak untuk ditangani secara lebih sistematis karena mereka mempengaruhi perpajakan,” ujar Luděk Niedermayer dari TAX3.

ICRICT menyebut GAR merupakan perangkat transparansi yang sebenarnya telah tersedia. Secara sederhana, GAR dapat dengan mudah menghubungkan data pendaftaran yang melacak kepemilikan harta kekayaan seperti tanah, sekuritas, perusahaan, dan lainnya.

GAR sendiri harus memiliki dua karakteristik. Pertama, ia harus melacak data kepemilikan manfaat (beneficial ownership). Kedua,sistem pendataannya sendiri harus memiliki data yang dapat dibaca oleh mesin. Adapun karakteristik lainnya dapat dinegosiasikan seiring berjalannya waktu.

Baca Juga:
Bantu Deteksi Anomali, AI Perlu Dimanfaatkan dalam Keuangan Negara

Idealnya, GAR ini akan bersifat global. Namun, instrumen ini juga bisa menjadi jaringan pencatatan aset nasional yang saling berhubungan satu sama lain. Potensi pendekatan inilah yang menurut anggota parlemen Uni Eropa menjadi paling realistis. Lebih lanjut, Uni Eropa pun disebut sebagai tempat yang ideal untuk memulai uji coba program ini.

Proposal yang digagas oleh ICRICT ‘A Roadmap for A Global Asset Registry’ ini dinilai bersifat provokatif. ICRICT mengakui di tengah adanya permasalahan terkait privasi, dokumen bahwa pencatatan kekayaan global bukan merupakan utopia masa depan yang tidak mungkin. Terlebih, hal ini sangat berkaitan dengan perluasan upaya transparansi pajak dunia sebelum terbentuknya organisasi pajak global.

Pengembangan kerangka GAR ini dijadwalkan pada awal bulan Juli tahun ini di Paris. ICRICT juga mengundang partisipasi publik dalam mengembangkan kerangka GAR melalui Call for Paper dengan tenggat waktu pada 15 Mei 2019 yang dapat diakses pada link berikut ini. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Bantu Deteksi Anomali, AI Perlu Dimanfaatkan dalam Keuangan Negara

Minggu, 22 Desember 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN 12% Hasilkan Tambahan Rp75 Triliun, DJP: Untuk Dukung Pembangunan

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak